📌 #YukNgajiTarbiah
"Kenapa Kisah Itu Ngena di Jiwa?"
✍🏻 Nuruddin Abu Faynan
---
Kisah itu cara penyampaian yang paling disukai jiwa.
Karena cerita ...bisa langsung masuk ke hati, menyentuh perasaan, bikin pendengar fokus, bahkan penasaran untuk terus mendengar sampai selesai.
✨ Al-Qur’an dan Sunnah pun pakai kisah untuk mendidik:
➡️ ruhani
➡️ akal
➡️ jasmani
➡️ sisi kejiwaan yang sering tarik-ulur
➡️ lewat keteladanan
➡️ juga lewat nasihat
(Manhaj at-Tarbiyah al-Islamiyyah, hlm. 194)
---
Kenapa kisah itu ngena?
Karena cerita biasanya berisi rangkaian peristiwa yang belum diketahui. Ada konflik yang bikin kita terbawa, lalu ditutup dengan solusi. Dari solusi inilah lahir pelajaran yang nancep di hati—entah secara langsung atau lewat renungan yang dalam.
(Al-Murabbi Muhammad ﷺ, hlm. 109)
---
🌱 Pelajarannya:
Kalau mau menyentuh hati orang lain, kadang bukan dengan banyak teori…
Cukup dengan satu kisah yang sarat makna.
Kalau bermanfaat, jangan lupa share ya. Semoga jadi jalan hidayah buat orang lain.
Alhamdulillah, hari ini kita bersyukur sebuah nikmat yang tidak semua orang diberikan.
● Sebuah ibadah panjang,
yang bukan sekadar menyatukan dua insan,
tapi juga:
□ dua niat,
□ dua keluarga, dan
□ dua jalan yang kini beriring menuju surga.
"Hari ini kalian berdua tersenyum juga semua hadiri
● tapi yang perlu sama-sama kita ingat....
Menikah itu bukan sekadar
● cinta dan tawa,
tapi ibadah yang menuntut
□ ilmu,
□ sabar, dan
□ doa… sepanjang usia.
📌 Pernikahan Bukan hanya sebagai pelampiasan rasa, tapi sebagai ladang pahala.
📌 Ada 5 hal penting yang perlu selalu di ingat:
🕊️ Pertama:
● Tenang itu dari iman bukan dari drama
Semua orang suka melihat
▪︎ pernikahan yang indah…
▪︎ Dekorasi yang rapi,
▪︎ senyum yang merekah,
▪︎ suasana yang haru dan bahagia.
Tapi realitanya,
▪︎ rumah tangga itu
● bukan sekadar pesta satu hari.
■■ Ia adalah
● Perjalanan panjang,
● Penuh liku, dan
● Perlu banyak bekal.
Akan datang masa:
🔸 Rezeki diuji
🔸 Komunikasi mulai melenceng
🔸 Sifat asli mulai tampak, dan perbedaan makin terasa
📖 Tapi Allah sudah beri petunjuk jelas dalam Al-Qur’an:
ومن آياته ان خلق لكم من أنفسكم أزواجا
"Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya adalah: Dia menciptakan untukmu pasangan dari jenismu sendiri
لتسكنوا اليها
● agar kalian merasa tenang bersamanya..."
(QS. Ar-Rūm: 21)
➡️ Maka kuncinya adalah sakīnah — ketenangan.
Dan ketenangan itu…Bukan datang dari
▪︎ rayuan atau
▪︎ bunga yang indah,
Tapi dari
● iman yang kokoh,
●doa yang tak putus,
dan
● kedewasaan saat badai datang.
🌿 Pernikahan bukan tentang siapa yang paling romantis,
Tapi siapa yang paling kuat memegang janji di hadapan Allah.
---
“Tiga orang yang pasti Allah bantu:
di antaranya adalah orang yang menikah demi menjaga kehormatannya.”
(HR. Tirmidzi)
Hari ini kalian berdua
▪︎▪︎ duduk di pelaminan.
Tapi semoga besok dan seterusnya, kalian
▪︎▪︎ juga bareng dalam ibadah
Ibadah bareng itu:
✅ Menguatkan cinta,
✅ Melembutkan hati yang keras,
✅ Mencegah pertengkaran yang tak perlu.
Karena Allah sangat sayang pada suami-istri yang saling mendukung dan mengingatkan dalam ibadah.
💬 Rasulullah ﷺ bersabda:
"Semoga Allah merahmati seorang suami yang membangunkan istrinya untuk shalat malam. Jika istrinya enggan, ia memercikkan air ke wajahnya. Dan semoga Allah merahmati seorang istri yang membangunkan suaminya untuk shalat malam. Jika suaminya enggan, ia memercikkan air ke wajahnya."
(HR. Abu Dawud, no. 1308)
—
Cinta Itu Dirawat di Atas Sajadah
○○ dalam doa,
○○ dalam tangis,
○○ dalam syukur,
○○ dalam perjuangan.
Karena menikah itu bukan sekadar:
❌ status sosial,
❌ kejar-kejaran usia,
❌ atau takut ketinggalan tren.
✅ Tapi menikah karena ingin menjadikan rumah sebagai ladang ibadah.
✅ Karena ingin saling menjaga, bukan saling menghakimi.
✅ Karena ingin bersama, bukan cuma di momen bahagia — tapi juga saat badai datang.
📌 Ingat baik-baik…
Kalau niatnya salah,
○○ ujian rumah tangga bisa terasa berat dan menyakitkan.
Tapi kalau niatnya lillah,
○○ setiap ujian justru bisa berubah jadi tangga pahala.
🌿 Maka
▪︎▪︎ luruskan niat,
▪︎▪︎ kuatkan tekad.
Pernikahan ini bukan akhir cerita cinta…
Tapi awal perjuangan bersama menuju ridha Allah.
🌿 Rumah yang ada ibadah di dalamnya,
Insya Allah akan selalu ada cinta dan cahaya di dalamnya.
---
💌 Ketiga:
Cinta yang Bawa Sampai ke Surga
Cinta itu
● bukan hanya tentang memegang tangan,
● tapi saling menuntun menuju surga.
“Dua orang yang saling mencintai karena Allah… akan mendapat naungan pada hari kiamat.”
(HR. Bukhari & Muslim)
Hari ini kalian saling menatap penuh cinta.
Tapi semoga cinta itu bukan sekadar karena
○senyuman atau
○kesamaan selera…
Melainkan cinta karena Allah.
Karena cinta yang dibangun karena Allah itu:
✅ Saling kuatkan di jalan kebaikan,
bukan saling lemahkan dengan dosa.
✅ Saling sabar di masa sulit,
bukan saling menyalahkan.
✅ Saling menasihati di saat lengah,
bukan saling membiarkan jatuh.
🌿 Cinta duniawi bisa luntur
Tapi cinta karena Allah,
● justru akan makin subur —
● hingga kelak jadi naungan di padang mahsyar,
saat
● cinta yang palsu sudah tak berguna lagi.
﴿الأخلاءُ يومئذٍ بعضُهم لبعضٍ عدوٌّ إلا المتقين﴾
(QS. Az-Zukhruf: 67)
📌 "Teman-teman akrab saat di dunia, nanti di akhirat bakal saling nyalahin dan jadi musuh… kecuali yang temannya sama-sama bertakwa."
---
💌 Keempat: Sabar dan Komunikasi:
Fondasi Awetnya Rumah Tangga
Ujian Itu Pasti,
Tapi Sabar Itu Pilihan
🌿 Allah berfirman:
وجعلنا بعضكم لبعض فتنة أتصبرون
“Kami jadikan sebagian kalian sebagai ujian bagi sebagian yang lain. Apakah kalian mau bersabar?”
(QS. Al-Furqān: 20)
Rumah tangga itu bukan zona nyaman… tapi zona ujian.
Ujian bisa datang dari mana saja:
💸 ekonomi yang pas-pasan,
🤝 mertua atau orang tua,
👶 anak yang belum seperti harapan, bahkan bisa jadi cara pandang yang berbeda
Tapi yang membedakan satu rumah tangga dengan yang lain bukan jumlah masalahnya,
melainkan bagaimana cara mereka menyikapinya.
●Rumah tangga yang bertahan adalah rumah yang dibangun di atas
☆sabar,
☆pengertian, dan
☆saling memaafkan —
■ bukan rumah tanpa konflik sama sekali.
📌 Dan jangan lupa…
🔑 Komunikasi yang lembut, jujur, dan tenang —
¤ bisa menyelamatkan rumah dari badai besar yang bermula dari salah paham kecil.
🌱 Maka, ketika masalah datang,
jangan buru-buru menyerah — tapi belajar untuk bertumbuh bersama.
💌 Kelima:
"Doa: Bahasa Cinta yang Paling Dalam"
Kadang saat rumah tangga mulai goyah,
kita sibuk cari solusi, tapi lupa satu hal penting: doa.
Doakan pasanganmu…
🔸 Saat dia tak tahu
🔸 Saat dia sedang baik
🔸 Bahkan saat kamu sedang kecewa
Karena...
🌧️ Doa yang diam-diam
● sering kali lebih kuat daripada nasihat yang panjang lebar.
🕊️ Doa dari hati, bisa menembus hal-hal yang tak bisa dijangkau dengan logika dan kata-kata.
---
🔹 Penutup:
Nikah Itu Jalan Menuju Surga
Menikah itu:
📌 Bukan finish, tapi start
📌 Bukan sekadar halal, tapi ibadah
📌 Bukan sekadar bahagia, tapi mengantar ke Jannah
💬 “Jangan cuma jadi pasangan romantis di dunia, tapi pasangan yang saling menguatkan iman — sampai ke surga.”
---
📝 Rangkumannya:
1- Nikah = Ibadah, bukan hiburan
2- Rumah tangga butuh ilmu, sabar, doa, dan niat lillah
3- Cinta karena Allah = cinta yang tak lekang oleh waktu
4- Tambah pesan terakhir Suami & istri = madrasah pertama bagi generasi selanjutnya.
adalah tim yang harus sinergi dalam mendidik generasi tauhid
Demikian nasehat teruntuk kalian berdoa semoga 5 pilar bekal ini bisa di ingat oleh kalian berdua
بارك الله لكما وبارك عليكما وجمع بينكما في خير
Yuk Ngaji Tarbiah
📌 Keluarga, Titik Awal Semua Kebaikan
🟢 Oleh: Nuruddin Abu Faynan
Kenapa kita harus bahas keluarga?
Karena kalau keluarga rapuh, masyarakat ...ikut goyah.
Kalau keluarga kuat & taat, masyarakat ikut sehat.
💬 “Perbaikan bangsa dimulai dari rumah.”
Islam sangat perhatian sama urusan keluarga.
Dari keluarga lahir:
👶 Anak shalih
🌱 Calon ulama
👩👧 Ibu tangguh
💫 Pejuang akhirat
Makanya, Islam kasih panduan lengkap soal rumah tangga.
Apa itu keluarga?
👨👩👧👦 Bukan cuma hubungan darah
Tapi juga tempat:
🤝 Tanggung jawab
💛 Cinta
📿 Tumbuh dalam iman
Tujuan keluarga:
✅ Melahirkan generasi shalih
✅ Belajar cinta & tanggung jawab
✅ Menjadi tempat tenang
✅ Membangun peradaban
Gimana cara bangun keluarga kuat?
🔹 Pilih pasangan karena agama
🔹 Nikah karena ibadah, bukan gengsi
🔹 Komunikasi jujur
🔹 Rawat cinta pakai sabar & doa
Rahasia keluarga bahagia itu:
❤️ Bukan rumah mewah, tapi...
🌿 Taqwa & jujur
🗣️ Komunikasi hangat
🙌 Saling bantu
🕊️ Doa yang terus mengalir
💬 "Keluarga yang kuat itu bukan yang tanpa masalah, tapi yang tahu cara menyelesaikannya secara Islami."
Mulai dari rumahmu.
Semoga Allah berkahi setiap keluarga kita.
🌿 Aamiin ya Rabbal ‘alamin
YukNgaji Tarbiah
🟢 Gak Harus Galak
🗣️ Nuruddin Abu Faynan
“…Orang-orang yang menahan amarah, memaafkan sesama, dan Allah mencintai orang-orang yang berbuat... baik.”
(QS. Ali ‘Imran: 134)
Syaikh Ibnu Baz رحمه الله dikenal sebagai sosok yang dakwahnya lembut, sabar, dan menyejukkan. Beliau pernah berkata:
“Lunaklah dalam bicara. Jangan kasar, kecuali kalau memang terpaksa.”
(Majmū‘ Fatāwā 7/322)
📌 Nabi ﷺ juga bersabda:
“Sikap lembut itu menghiasi sesuatu. Tapi kalau dicabut, justru bikin rusak.”
(HR. Muslim)
🌱 Dakwah itu ngajak, bukan ngegas.
Kalau kita keras, orang bisa kabur.
Tapi kalau kita lembut, siapa tahu hatinya luluh.
Karena dakwah itu… soal hati-hati. 🤲🏻
Wallahul muwaffiq.
YukNgaji Tarbiah
🏡 "Rumah Tanpa Pelukan, Anak Tumbuh Tanpa Empati"
🖋️ Nuruddin Abu Faynan
Anak lahir seperti benih murni.
Kalau tiap hari disiram ...teriakan, dibentak, atau
dibiarkan larut dalam layar,
maka jangan heran kalau ia tumbuh keras kepala,
cuek, dan minim empati.
Nabi ﷺ bersabda:
"Setiap anak lahir di atas fitrah..."
(HR. Bukhari-Muslim)
Tinggal orang tuanya yang akan membentuk—menuju surga atau sebaliknya.
🫂 Maka peluklah sebelum terlambat.
Jangan hanya sibuk mendidik lisan, tapi lupa merawat hati mereka.
🎙 “Biar Katanya Kuno, yang Haq Tetap Nomor Satu”
🗣Nuruddin Abu Faynan
---
الحمد لله، والصلاة والسلام على رسول الله، وعلى آله و...صحبه أجمعين.
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah yang masih menjaga kita di atas iman dan Islam, serta memberi kesempatan untuk duduk dalam majelis ilmu—tempat turunnya rahmat dan ketenangan.
Sahabat sekalian yang dirahmati Allah…
Kita hidup di zaman yang berubah sangat cepat.
Teknologi berkembang, budaya silih berganti, dan nilai-nilai hidup pun terus bergeser. Tapi ada satu hal yang tidak boleh berubah, yaitu kebenaran yang datang dari Allah dan Rasul-Nya.
Sering kali hari ini, yang disebut "kuno" justru hal yang benar, dan yang "kekinian" kadang malah jauh dari tuntunan.
Padahal dalam urusan agama,
✅ ukuran kita bukanlah zaman atau selera mayoritas,
melainkan apa yang sesuai dengan wahyu.
---
🧭 Tema Kita Hari Ini:
> “Biar katanya kuno, yang haq tetap nomor satu.”
Karena kebenaran itu tidak akan lekang oleh waktu.
Ia akan tetap indah dan lurus, meski dipandang aneh atau asing oleh zaman.
---
🟡 Tentang Tradisi: Pelan-pelan, Tapi Pasti
Saudaraku yang dirahmati Allah…
Dalam kehidupan kita, banyak hal diwariskan turun-temurun.
Termasuk dalam beragama.
Sebagian dari kita lahir dan tumbuh dengan kebiasaan tertentu:
cara beribadah, cara memperingati hari besar Islam, bahkan bentuk doa-doa yang sudah familiar sejak kecil.
Ini semua tentu tidak bisa langsung kita salahkan.
💡 Karena banyak dari tradisi itu lahir dari niat yang baik: ingin menghormati, ingin mendekatkan diri kepada Allah, ingin menjaga nilai-nilai.
Tapi di sisi lain, kita juga perlu menyadari bahwa niat baik saja tidak cukup.
Dalam agama, yang terpenting adalah sesuai atau tidak dengan tuntunan Rasulullah ﷺ.
Dan di sinilah tugas kita sebagai penuntut ilmu:
➡️ bukan untuk langsung menyalahkan,
➡️ tapi untuk menyaring: mana yang sejalan dengan sunnah, dan mana yang perlu diluruskan dengan lembut.
---
🟢 Kisah Al-Qur’an yang Relevan
Allah sebutkan dalam Al-Qur’an bahwa banyak umat terdahulu menolak kebenaran hanya karena tidak sesuai dengan kebiasaan mereka.
> 📖 "Kami tidak pernah mendengar ini dari nenek moyang kami…"
(QS. Al-Mu’minun: 24)
Kalimat ini bukan hanya milik kaum Nabi Nuh,
tapi juga sering kita dengar hari ini…
“Masak maulid disebut bid‘ah? Dari dulu kampung saya begitu.”
“Ziarah rame-rame, bacaan khusus — itu tradisi dari kakek saya.”
“Aturan begini? Kuno amat.”
Padahal…
✅ Tradisi bisa baik, bisa juga perlu diperbaiki.
✅ Yang jadi standar kita adalah wahyu, bukan warisan budaya.
---
🧠 Yuk Kita Renungkan...
Kalau semua diukur dari tradisi:
> Maka tidak ada bedanya umat ini dengan umat-umat terdahulu yang enggan berubah meski sudah datang kebenaran.
Dan kita tidak ingin termasuk orang yang menolak petunjuk hanya karena "tidak biasa".
Allah mengutus Nabi ﷺ bukan untuk ikut kebiasaan manusia,
tetapi untuk meluruskan kebiasaan yang tidak sesuai dengan petunjuk-Nya.
---
🔴 Menyikapi Tradisi: Jangan Kasar, Tapi Jangan Diam
Sahabatku...
Ketika kita menemukan suatu kebiasaan yang belum sesuai dengan sunnah,
jangan langsung menghakimi.
Tapi juga jangan membiarkannya tanpa ilmu.
✅ Sampaikan kebenaran dengan tenang,
✅ Bawakan dalil dengan adab,
✅ Ajak dengan kasih sayang.
Karena kita bukan sedang berdebat,
tapi sedang mengajak pada cinta yang sejati — yaitu cinta kepada Allah dan Rasul-Nya.
---
📌 Penutup: Jangan Takut Dibilang “Kuno”
Saudaraku…
Jangan ragu mengikuti yang benar, meski itu membuatmu berbeda.
Jangan takut disebut aneh, hanya karena kamu memilih sunnah.
Karena di akhirat nanti, yang akan Allah tanyakan adalah:
> “Apa yang kamu ikuti? Wahyu-Ku, atau sekadar kebiasaan keluargamu?”
Maka...
> “Biar katanya kuno, yang haq tetap nomor satu.”
Semoga Allah tetapkan hati kita di atas kebenaran,
dan lembutkan lisan kita dalam menyampaikannya.
#YukNgajiTarbiah
📌 Ngasih Contoh Itu Dakwah Terhalus
🖊️ Nuruddin Abu Faynan
Kalau ngomongin cara paling nancep buat mendidik, jawabannya bukan cuma kata-kata, tapi... keteladanan.
Orang tua, guru, ustadz, dai… siapa pun yang mau ngajak ke jalan Allah, harus menunjukkan lewat perbuatan, bukan sekadar lisan.
Karena anak-anak, santri, bahkan masyarakat — lebih cepat menangkap dari apa yang mereka lihat daripada dari nasihat panjang.
Syaikh Bin Baz رحمه الله pernah berkata:
> "Yang saya nasehatkan... ikutilah cara Rasulullah ﷺ dan para sahabat — dalam ucapan dan perbuatan. Jadilah panutan, mulai dari diri sendiri. Tinggalkan keburukan, lakukan kebaikan. Jadi contoh nyata dalam akhlak, kelembutan, kasih sayang, dan kebaikan.”
(Majmū‘ Fatāwā, 7/301)
💭 Maka sebelum mengajak orang lain untuk jadi baik, yuk tanya dulu ke diri sendiri:
"Sudahkah aku memulainya dari diri sendiri?"
YukNgaji Tarbiah
📝 Sekolah: Ladang Tarbiyah, Bukan Tempat Titip Anak
✍️ Nuruddin Abu Faynan
Di zaman sekarang, sekolah itu bukan sekadar tempat ngumpulin nilai. Tap...i jadi salah satu ladang penting buat numbuhin akhlak, karakter, dan iman.
Makanya, Syaikh Ibnu Baz رحمه الله perhatian banget sama dunia pendidikan.
Beliau nggak cuma dukung dari jauh. Tapi juga:
✔️ Nanyain kabar sekolah
✔️ Semangatin para guru
✔️ Dorong peningkatan kualitas
✔️ Sering turun langsung ke sekolah-sekolah
📖 (Mawāqif Mudhī’ah, hlm. 24)
Bahkan, beliau suka kasih arahan langsung ke para siswa dan guru.
Salah satu nasihat kerennya:
🗣️ "Kalau guru pengen ilmunya nempel di otak murid, dia harus paham banget materinya, ngerti cara ngajarnya, dan bisa bikin murid fokus ke inti pelajaran. Jangan muter-muter ke hal yang nggak nyambung, nanti murid malah bingung dan nggak dapet apa-apa.”
📚 (Majmū’ Fatāwā, 2/319)
⚠️ Nggak cuma itu...
Syaikh Ibnu Baz رحمه الله juga tegas banget soal sekolah campur (laki-laki dan perempuan).
🗣️ "Siapa aja yang ngerti kondisi dunia sekarang, pasti tau betapa rusaknya masyarakat karena ikhtilāṭ—baik di sekolah, tempat kerja, atau lainnya. Dampaknya: rusak moral, makin banyak maksiat, dan kerusakan besar.”
📌 Beliau tutup dengan nasihat penting:
"Ini semua nunjukin indahnya syariat Islam. Maka kewajiban kita: patuhi aturan syariat di semua kondisi, zaman, dan tempat. Dan jauhi semua yang bertentangan dengannya."
🔖 (Diringkas dari fatwa beliau)
📚 Kesimpulannya?
Syaikh Ibnu Baz رحمه الله nggak anggap remeh pendidikan.
Buat beliau, sekolah itu alat tarbiyah paling penting—yang harus dijaga sistemnya, gurunya, siswanya, dan nilai-nilainya.
---
🎯 Sekolah bukan tempat titip anak... tapi tempat bentuk umat!
Kalau sistemnya rusak, jangan kaget kalau generasi ikut kacau.
Yuk, jadi bagian dari perubahan!
Ceramah#6
🎙️ “Anak, Titipan Penuh Perasaan”
🗣️ Ust. Nuruddin Abu Faynan
Bismillāhirrahmānirrahīm…
Alhamdulillāh, segala puji hanya milik... Allah.
Shalawat dan salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad ﷺ, keluarga beliau, para sahabat, dan seluruh umat Islam yang setia menapaki jejak beliau hingga akhir zaman.
🌱 Hari ini, kita bahas tema yang sangat dekat dengan peran kita sebagai orang tua:
Mendampingi Anak dengan Cinta — Bukan Sekadar Mengejar Target.
Karena… 👶 Anak bukan robot hafalan.
Mereka bukan proyek ambisi, apalagi konten untuk dipamerkan.
Mereka adalah titipan penuh jiwa — punya rasa, punya lelah, punya dunia kecil yang ingin dipahami.
Mereka perlu: 💬 Didengar,
❤️ Disayang,
🤲 Didoakan,
…dan yang paling penting: dimanusiakan, sebelum dituntut untuk jadi sempurna.
📌 Maka yuk, kita mulai dengan hati…
Karena anak yang dibesarkan dengan cinta, akan lebih mudah mengenal Allah sebagai Maha Pengasih.
🧸 Bercanda & Mendampingi Anak Sesuai Usia
Kunci Anak Tumbuh Jadi Baik?
Cinta, Bukan Bentakan.
Salah satu rahasia agar anak tumbuh jadi pribadi yang baik adalah:
➡️ Didekati dengan cinta, bukan dimarahi terus.
➡️ Ditemani dengan kelembutan, bukan ditekan dengan tuntutan.
Karena dunia anak itu bukan dunia hafalan…
📌 Tapi dunia bermain dan rasa ingin tahu.
Kalau orang tua mau anaknya baik, maka masuklah dulu ke dunia mereka — bukan langsung menjejali mereka dengan mimpi yang belum tentu mereka pahami.
📖 Lihat teladan Nabi ﷺ…
Suatu hari, datang seorang lelaki dari Bani Tamim. Ia heran melihat Rasulullah ﷺ mencium anak-anak. Lalu dia berkata:
> “Aku punya 10 anak, tapi belum pernah mencium satu pun dari mereka!”
Maka Rasulullah ﷺ bersabda tegas:
> "Apa dayaku jika Allah telah mencabut kasih sayang dari hatimu?"
(HR. Bukhari & Muslim)
MasyaAllah… Nabi ﷺ bukan cuma guru dan pemimpin.
Beliau juga sahabat bagi anak-anak:
🌱 Menyapa mereka,
🌱 Mencium dan mendekap mereka,
🌱 Bahkan bermain bersama mereka.
📌 Jadi sebelum berharap anak jadi shalih, pastikan dulu kita hadir sebagai orang tua yang penuh kasih.
Karena cinta yang hangat lebih mengena daripada amarah yang keras.
---
📚 “Nabi dan Anak Kecil:
Pelajaran Lembut dari Abu ‘Umair”
Anas bin Malik رضي الله عنه pernah cerita tentang adiknya, Abu ‘Umair —
seorang anak kecil yang punya burung kecil kesayangan.
Setiap kali Nabi ﷺ datang ke rumah mereka, beliau selalu menyapa:
> “Yā Abā ‘Umair! Mā fa‘alan-nughair?”
“Wahai Abu ‘Umair, gimana kabar burung kecilmu?”
📌 Bayangin...
Nabi ﷺ ingat nama burung milik anak kecil.
Beliau juga memanggil si kecil dengan kunyah kehormatan — “Abu ‘Umair” —
padahal dia belum menikah.
Itu artinya… Nabi sangat menghargai dan memperhatikan perasaan anak-anak.
Tapi suatu hari, burung kecil itu mati.
Abu ‘Umair sedih. Dan apa yang Nabi ﷺ lakukan?
➡️ Bukan ceramah panjang.
➡️ Bukan bilang, “Udah gede, gitu aja nangis.”
Tapi beliau hadir... dengan empati, kasih sayang, dan perhatian.
Karena dunia anak-anak itu… butuh dimengerti, bukan ditekan.
---
🌱 Apa pelajaran penting buat kita sebagai orang tua?
✅ Anak-anak butuh teman bicara, bukan sekadar pengawas.
✅ Mereka butuh panggilan yang baik, bukan ejekan yang merendahkan.
✅ Kalau mau dinasehati, sentuh dulu hatinya, baru arahannya akan mudah diterima.
Dan jangan lupa juga bentuk cinta lewat sunnah:
📖 Rasulullah ﷺ bersabda:
> “Untuk anak laki-laki dua kambing, dan untuk anak perempuan satu kambing.”
(HR. Abu Dawud)
🍼 Itu adalah sunnah ‘aqiqah —
bukan cuma syukuran, tapi juga bentuk cinta dan pengakuan atas amanah dari Allah.
---
🎯 Jadi, yuk…
💞 Jadilah orang tua yang dicintai, bukan ditakuti.
💞 Jadilah pelindung yang dekat, bukan penekan yang jauh.
Karena anak-anak kita bukan kertas kosong yang bisa ditulis seenaknya.
Mereka adalah jiwa yang tumbuh — dan cinta adalah tanah terbaik untuk menanamnya. 🌱
---
📍"Jangan Padamkan Rasa Ingin Tahunya"
Ada anak-anak yang cepat tanggap, aktif bertanya, atau bahkan langsung ambil inisiatif.
Tapi sayangnya…
Seringkali mereka malah dipatahkan dengan kata-kata seperti:
Padahal... itu benih kecerdasan dan keberanian yang sedang tumbuh.
Kalau dimatikan, bisa jadi mereka tumbuh ragu — takut salah, takut bicara.
---
📖 Yuk belajar dari kisah Mu’awiyah bin al-Ḥakam as-Sulami رضي الله عنه:
Suatu hari, ia menampar budak perempuannya karena lalai.
Tapi Nabi ﷺ tidak langsung marah atau menghakimi.
Beliau justru bertanya lembut:
> “Ayna Allah?” — “Di mana Allah?”
Budak itu menjawab: “Fissamā’” — “Di atas langit.”
Nabi ﷺ pun berkata:
“A‘tiq-hā, fa innahā mu’minah.”
“Bebaskan dia, karena dia adalah wanita beriman.”
(HR. Muslim)
---
📌 Ujian dari Nabi ﷺ itu singkat, tapi penuh hikmah.
✔️ Tidak menjatuhkan, tapi membangun.
✔️ Tidak mempermalukan, tapi mengarahkan.
✔️ Orang yang menjawab dengan benar — dihargai, bahkan didoakan.
---
🌱 Maka, untuk para orang tua dan guru:
✅ Hargai anak yang berani bertanya atau menjawab.
✅ Jangan cepat mencela, apalagi di depan umum.
✅ Buka ruang dialog, bukan sekadar ruang interogasi.
Karena anak-anak yang tumbuh dalam suasana cinta dan dihargai,
akan lebih percaya diri untuk mencari kebenaran dan menyuarakan kebaikan.
---
🤲 5. Anak yang Suka Membantu, Layak Didukung
🧒 Ibnu Abbas — saat masih kecil — pernah menyiapkan air wudhu untuk Nabi ﷺ.
Beliau bertanya, “Siapa yang meletakkan ini?”
Jawab sahabat, “Abdullah bin Abbas.”
Lalu Nabi ﷺ pun berdoa:
> “Ya Allah, berikan dia pemahaman dalam agama dan ajarkan tafsir.”
📌 Lihat… satu tindakan kecil, disambut dengan doa besar!
Kalau anak kita ringan tangan, bantu di rumah, rajin belajar —
➡️ Jangan dicuekin, apalagi dikritik.
➡️ Sambut dengan doa dan pelukan.
---
👦 6. Anak Boleh Mandiri Sejak Dini (±4–5 menit)
Zaman Nabi ﷺ, anak-anak dilibatkan langsung dalam kehidupan nyata:
🔹 Anas bin Malik — jadi pelayan pribadi Nabi ﷺ sejak kecil
🔹 Ibnu Abbas — bantu ambil air wudhu
🔹 Anak-anak ikut menuang minuman (sebelum turunnya larangan khamr)
📌 Ini bukan eksploitasi, tapi latihan tanggung jawab dan kemandirian.
Anak bukan cuma disuruh diam dan duduk manis —
➡️ Tapi ikut aktif, terjun, dan tumbuh jadi manusia bermanfaat.
---
📚 7. Umar & Ibn Abbas: Anak Cerdas Perlu Ruang
Suatu hari, Umar bin Khattab mengajak Ibnu Abbas yang masih remaja duduk bersama para sahabat senior.
Ada yang heran dan bertanya:
> “Kenapa anak muda ini ikut duduk di sini?”
Umar menjawab:
> “Dia bukan anak biasa. Nabi ﷺ sudah mendoakannya.”
Lalu Umar mengujinya dengan tafsir Surah An-Naṣr.
Ibnu Abbas berkata:
> “Itu isyarat bahwa ajal Rasulullah ﷺ sudah dekat.”
Umar pun membenarkan tafsirnya.
📌 Anak cerdas jangan dibatasi.
➡️ Berikan ruang. Berikan tantangan.
➡️ Karena bisa jadi, mereka adalah pemimpin umat di masa depan.
---
📝 Penutup & Doa
Wahai para orang tua…
➡️ Masuklah ke dunia anak-anak, jangan hanya menyuruh dari jauh.
➡️ Hadirkan senyum dan pelukan — bukan hanya perintah.
➡️ Dan yang paling penting: doakan mereka setiap hari.
> Satu doa tulus dari orang tua...
bisa jadi penyelamat dan penyemangat sepanjang hidup anak-anak kita.
Karena anak bukan robot hafalan.
Mereka makhluk penuh cinta, rasa, dan potensi yang harus ditumbuhkan — dengan sabar dan cinta.
---
🤲 Penutup
Wallāhu a‘lam.
Semoga Allah membimbing kita menjadi orang tua yang penuh kelembutan, hikmah, dan kesabaran — sebagaimana Nabi ﷺ telah mencontohkan.
Shalawat dan salam untuk Nabi Muhammad ﷺ, keluarga, dan para sahabat beliau.
Ceramah#5
📖 Menuntut Ilmu Itu Bukan Tren, Tapi Jalan Hidup
🖊️ Ust. Nuruddin Abu Faynan
🗂️ Dinukil dari Khulashah Ta’dzimil ‘Ilmi karya Syaikh Dr. Shalih Al-‘Us...haimi حفظه الله
---
🎙️ Pembukaan: Ilmu Itu Trendy, Tapi Jangan Cuma Tren!
Jamaah yang dirahmati Allah…
Sekarang ini, semangat ngaji lagi naik daun.
Ada yang rajin ikut kajian, ada yang share quote ustadz di story, bahkan ada yang baju dan tasnya udah bertuliskan “pejuang ilmu.”
Bagus sih. Tapi…
Apakah semua itu karena cinta ilmu? Atau cuma biar keliatan ‘islami’?
Syaikh Shalih berkata:
> “Sedikit atau banyaknya ilmu tergantung sejauh mana kita mengagungkannya.”
Jadi bukan soal berapa kitab yang kita baca, tapi seberapa serius hati kita menghormati ilmu.
---
🌱 1. Bersihin Hati Sebelum Diisi Ilmu
Ilmu itu kayak air jernih.
Kalau dituang ke gelas kotor, airnya ikut keruh.
Kalau masuk ke hati yang kotor karena maksiat, dengki, sombong—ilmu pun gak akan menetap.
Ceramah#4
Anak, Cerminan hubungan kita dg Allah/ Teladan atau Tuntutan?
🗣️ Ust. Nuruddin Abu Faynan
---
🕌 Pembukaan
بسم الله الرح...من الرحيم.
Alhamdulillāh, segala puji bagi Allah yang memberi kita amanah besar: menjadi orang tua, guru, dan pendidik generasi.
Shalawat dan salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad ﷺ — suri teladan utama dalam mendidik, membina, dan membentuk manusia.
---
Saudaraku yang dirahmati Allah…
Setiap dari kita tentu ingin anak-anak kita tumbuh jadi anak saleh:
🕌 Rajin salat,
📖 Cinta Qur’an,
💬 Lembut lisannya,
❤️ Kokoh imannya.
Tapi…
Kadang kita terlalu fokus pada hasil — tapi lupa proses.
Kita terlalu banyak memberi tuntutan, tapi lupa memberi teladan.
> Anak itu bukan hanya pendengar…
Tapi peniru paling cepat.
Mereka mungkin lupa nasihat kita,
tapi mereka hafal cara bicara kita, gaya hidup kita, bahkan ekspresi wajah kita saat marah.
---
Anak Saleh
💎 1. Dimulai dari Orang Tuanya
Allah mengabadikan kisah dua anak yatim dalam QS. Al-Kahfi ayat 82:
> وَكَانَ أَبُوهُمَا صَالِحًا
“Karena ayah mereka adalah orang shalih.”
Bayangkan…
Si ayah sudah wafat, tapi keshalihannya masih melindungi anak-anaknya.
💬 Sa’id bin al-Musayyib berkata kepada anaknya:
> “Nak, aku menambah salat malam… demi kamu.”
“Dan hendaklah takut (kepada Allah) orang-orang yang sekiranya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Maka hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.”
(QS. An-Nisā’: 9)
📌 Artinya:
Takwa dan amal saleh kita hari ini adalah investasi spiritual untuk anak-anak kita kelak.
➡️ Mau anak kita kuat?
➡️ Maka kita yang harus lebih dulu kuat di hadapan Allah.
---
👩👧👦 2. Ibu Shalihah: Fondasi Sebelum Anak Lahir
Banyak yang ingin anak jadi penghafal Qur’an, tapi ibunya dipilih asal-asalan.
Padahal Nabi ﷺ sudah mewanti-wanti:
"Wanita dinikahi karena empat hal: karena hartanya, karena keturunannya, karena kecantikannya, dan karena agamanya. Maka pilihlah wanita yang kuat agamanya, niscaya engkau akan beruntung."
(HR. Bukhari & Muslim)
Karena ibu adalah guru pertama.
Dialah yang pertama kali mengenalkan:
🧕 Wudhu
🛏️ Doa tidur
🗣️ Adab
📿 Zikir
Bahkan sejak malam pertama Islam sudah ajarkan doa:
"Dengan nama Allah. Ya Allah, jauhkanlah kami dari setan dan jauhkanlah setan dari apa yang Engkau karuniakan kepada kami (yakni anak)."
HR. Bukhārī no. 141, Muslim no. 1434
Doa ini dianjurkan dibaca sebelum jima’ agar keturunan yang dihasilkan terjaga dari gangguan setan, dengan izin Allah.
📌 Artinya, pendidikan anak itu dimulai bahkan sebelum dia lahir.
➡️ Bahkan sejak memilih pasangan.
---
🤲 3. Doa: Tameng Harian Anak-anak
Banyak orang tua terlalu sibuk menegur, tapi lupa berdoa.
Padahal Nabi ﷺ mendoakan cucunya, Hasan dan Husain:
"Aku mohon perlindungan untuk kalian berdua dengan kalimat-kalimat Allah yang sempurna, dari setiap setan dan binatang yang berbahaya, serta dari setiap mata yang jahat (hasad)."
📌 Doa ini juga bisa dibaca untuk anak-anak kita setiap pagi dan sore, sebagai bentuk penjagaan dan cinta yang diajarkan langsung oleh Nabi ﷺ.
📖 Nabi Ibrahim berdoa:
> “Ya Rabb, jadikan aku dan anak keturunanku orang yang mendirikan salat…”
(QS. Ibrahim: 40)
📌 Doa bukan pelengkap.
Tapi inti dari tarbiyah para Nabi.
➡️ Bukan pelarian saat panik.
Tapi rutinitas penuh cinta.
---
🌙 4. Sunnah Perlindungan Harian yang Sering Terlupa
Banyak orang tua lupa bahwa Islam memberi sistem perlindungan spiritual harian untuk anak-anak.
Kalau belum hafal doa panjang, cukup bacakan:
📖 Surat Al-Ikhlāṣ, Al-Falaq, dan An-Nās — tiap pagi dan sore.
مَا تَعَوَّذَ مُتَعَوِّذٌ بِمِثْلِهِنَّ
"Tidak ada orang yang memohon perlindungan dengan sesuatu yang lebih utama daripada tiga surat ini (Al-Ikhlāṣ, Al-Falaq, dan An-Nās)."
HR. Aḥmad no. 20139
📌 Hadits ini menunjukkan keutamaan membaca tiga surat terakhir Al-Qur’an sebagai perlindungan terbaik, terutama untuk anak-anak, setiap pagi dan sore.
📌 Tiupkan ke tangan, usapkan ke tubuh anak, pagi dan sore.
"Jika malam telah datang atau kalian memasuki waktu sore, tahanlah anak-anak kalian, karena setan sedang menyebar saat itu."
(HR. al-Bukhārī no. 3280, Muslim no. 2012)
📌 Hadits ini adalah peringatan sekaligus bimbingan dari Nabi ﷺ agar melindungi anak-anak menjelang malam — bagian dari sunnah dalam tarbiyah dan perlindungan ruhani.
➡️ Ini bukan mitos.
Ini iman kepada yang ghaib.
Ini proteksi syar’i.
---
🧠 5. Anak Butuh Teladan, Bukan Ceramah
Anak itu lebih jago meniru daripada mendengar.
🔹 Kita pengin anak disiplin salat — tapi kita sendiri suka tunda-tunda.
🔹 Kita pengin anak jujur — tapi kita sering ingkar janji.
🔹 Kita pengin anak cinta Qur’an — tapi mushaf kita berdebu.
> “Nak, nanti Ayah beliin es krim ya…”
Padahal gak niat sama sekali.
Bohong kecil, tapi anak sedang belajar jadi kita.
📌 Mereka gak hafal nasihat kita,
Tapi mereka merekam ekspresi wajah kita.
---
🎯 6. Anak Gak Butuh Guru Sempurna, Tapi Tulus
Anak-anak gak butuh orang tua atau guru yang sempurna.
Tapi mereka butuh:
✅ Yang sabar ketika mereka lambat paham
✅ Yang jujur saat salah
✅ Yang minta maaf ketika khilaf
📌 Kadang yang paling anak ingat…
Bukan isi pelajaran, tapi cara kita bersikap saat mereka salah.
---
🔒 Penutup: Anak Saleh Itu Buah dari Amal Hari Ini
Kalau kita ingin anak kita cinta Qur’an…
➡️ Maka kita dulu yang harus akrab dengan mushaf.
Kalau kita ingin anak kita jujur…
➡️ Maka kita dulu yang harus berhenti bohong.
📌 Karena kelak, yang ditanya Allah bukan anak kita dulu.
Tapi kita — orang tuanya.
---
✅ Rangkuman Kilat
1. Anak adalah peniru, bukan sekadar pendengar.
2. Pendidikan dimulai dari siapa yang kita nikahi.
3. Doa adalah senjata utama orang tua.
4. Sunnah perlindungan harus jadi rutinitas harian.
5. Anak tidak butuh guru hebat, tapi teladan nyata.
6. Tarbiyah bukan instan — tapi proses panjang dan konsisten.
---
🤲 Doa Penutup
اللهم اجعلنا قدوةً حسنةً لأبنائنا…
Ya Allah, jadikan kami teladan bagi anak-anak kami…
Teguhkan kami di atas tauhid, akhlak, dan ilmu.
Jadikan anak-anak kami penyejuk mata, penerus dakwah, penjaga Al-Qur’an, dan pejuang kebenaran.
📝 “Sesungguhnya Allah benar-benar mengangkat derajat seorang hamba di surga.”
Lalu hamba itu bertanya:
“Ya Rabb, dari mana aku dapat ini?”
Allah menjawab:
“Dari istighfar anakmu untukmu.”
(HR. Ahmad & Ibnu Majah)
---
📌 MasyaAllah…
Kebaikan anak bisa jadi tangga surga untuk orang tuanya — bahkan setelah mereka wafat.
Anak saleh itu bukan cuma anugerah dunia,
tapi investasi langit — yang terus mengalirkan pahala meski kita sudah berada di dalam kubur.
---
✅ Kalau anak kita:
sering istighfarin kita,
rajin doain kita,
taat ibadah, ngaji, dan jaga akhlak...
💡 Maka semua itu ngalir balik ke orang tuanya.
---
📢 Jadi orang tua itu bukan sekadar ngasih makan dan nyekolahin anak.
Tapi menanam iman dan mendidik mereka agar:
🕋 Kenal Allah,
💖 Cinta Rasul,
🤝 dan jadi generasi manfaat buat umat.
---
📎 Yuk, kita niatkan ulang:
🎯 Mendidik anak bukan cuma buat masa depan dunia, tapi demi akhirat kita... dan mereka.
"Ayah Ibu Pergi, Apa yang Tertinggal?”
🗣️ Ust. Nuruddin Abu Faynan Al-Makky
(Alumni Universitas Ummul Qura Makkah)
---
🌱 1. ...Pembukaan
Bismillāhirraḥmānirrahīm.
Segala puji bagi Allah, Rabb yang Maha Mendidik hamba-hamba-Nya dengan hikmah dan kasih sayang. Shalawat dan salam tercurah untuk Nabi Muhammad ﷺ — guru terbaik sepanjang masa, yang mendidik bukan cuma dengan kata, tapi dengan keteladanan.
🗣️ Teman-teman sekalian…
Hari ini kita mau ngobrolin tentang warisan terbaik buat anak./ Ayah Ibu Pergi, Apa yang Tertinggal?”
Bukan soal tabungan emas, bukan juga soal rumah megah,
dan bukan juga deretan piagam atau ranking.
Tapi tauhid dan adab.
📌 Tauhid: agar anak tahu siapa Rabb-nya.
📌 Adab: agar anak tahu cara hidup yang Allah ridhai.
Karena sehebat apapun anak kita di mata manusia…
Kalau dia gak kenal Allah, gak kenal Rasul-Nya, dan gak tahu cara bersikap yang benar…
Maka itu bukan sukses, tapi celaka yang tertunda.
➡️ Maka sebelum kita sibuk ngajarin anak baca A-B-C…
Yuk, kita pastikan mereka tahu: A-nya adalah Allah, dan B-nya adalah bertauhid.
💖 2. Anak Itu Amanah, Bukan Aset
Saudaraku, anak itu bukan aset dunia yang bisa kita cetak jadi "versi upgrade" dari ambisi pribadi kita.
Bukan juga proyek pamer prestasi.
Anak adalah amanah dari Allah, titipan yang harus dijaga, bukan dipaksa jadi seperti yang kita mau.
Allah ﷻ berfirman:
> "Wahai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka…"
(QS. At-Tahrīm: 6)
📌 Tugas utama kita bukan cuma nyari sekolah favorit atau les terbaik.
Tapi menyelamatkan mereka dari neraka, membimbing mereka menuju surga.
Jangan sampai sibuk ngejar ranking, tapi lupa mengajarkan mengenal Rabb-nya.
Jangan sampai bangga saat anak masuk olimpiade, tapi gagal menanamkan shalat dan tauhid ke dalam hatinya.
➡️ Karena pada akhirnya, Allah tak tanya ranking anak kita... tapi siapa yang dia sembah, dan bagaimana akhlaknya.
---
🧠 3. Prioritas Pendidikan: Tauhid Dulu, Baru yang Lain
Saudaraku…
Kalau kita lihat pola dakwah Nabi ﷺ, ada satu hal yang sangat jelas:
📌 13 tahun di Makkah, Rasulullah ﷺ fokus mendidik umat tentang tauhid.
Belum ada perintah zakat, belum puasa, belum ada pembahasan waris, ekonomi, atau fiqih-fiqih detil.
Kenapa?
Karena tauhid itu pondasi.
➡️ Mau bangun rumah sebagus apa pun, kalau pondasinya rapuh, pasti roboh.
Begitu juga hidup: mau anak hafal rumus matematika, jago bahasa asing, atau masuk jurusan favorit…
Tapi kalau pondasi akidahnya rapuh, semua itu nggak ada harganya di sisi Allah.
📌 Tauhid itu bukan sekadar pelajaran agama.
Tauhid itu identitas, arah hidup, dan bekal mati.
Coba ingat…
Ada 3 pertanyaan kubur yang pasti ditanyakan:
1. Siapa Rabbmu?
2. Siapa Nabimu?
3. Apa agamamu?
➡️ Dan jawabannya bukan dihafal malam sebelum ujian.
Jawabannya tergantung seberapa dalam hal itu hidup di hati dan amal anak kita.
Jadi, kalau anak kita ranking 1, tapi gak kenal Allah…
Itu bukan prestasi, tapi peringatan.
Kalau anak kita jago debat, tapi gak cinta Rasulullah ﷺ…
Berarti ada yang salah dalam prioritas pendidikan kita.
📌 Maka yuk ubah mindset:
Bukan cuma pengen anak jadi cerdas, tapi jadi beriman.
Bukan cuma ngejar anak jadi sarjana, tapi jadi hamba Allah yang kenal Tuhannya.
---
🍽️ 4. Ajari Tauhid Lewat Adab Sehari-hari
📌 Tauhid bukan cuma materi pelajaran. Tauhid bisa diajarkan lewat adab kecil sehari-hari.
Contoh: Adab makan.
> "Wahai anak, ucapkan bismillah, makanlah dengan tangan kananmu, dan makan dari yang dekat denganmu."
(HR. Bukhari-Muslim)
Bayangkan, ini disampaikan langsung oleh Nabi ﷺ ke anak kecil!
📌 Bahkan Nabi ﷺ menahan tangan anak yang menyambar makanan, karena:
> "Setan ikut makan bersama orang yang tidak menyebut nama Allah."
(HR. Muslim)
➡️ Jadi adab itu bukan sekadar sopan, tapi benteng dari gangguan setan.
---
📌 Maka jangan sungkan ngajarin anak sejak dini. Karena seperti kata pepatah:
> "Anak akan tumbuh sesuai kebiasaan yang dibentuk oleh orang tuanya."
Kalau anak diajari Qur’an dan sunnah setiap hari, tentu beda hasilnya dibanding anak yang hanya disuguhi tontonan atau ucapan kasar setiap waktu.
Ikrimah — murid Ibn ‘Abbas — pernah berkata:
> “Aku pernah diikat oleh Ibn Abbas agar aku semangat belajar Al-Qur’an.”
Karena Ibn Abbas melihat potensi besar dalam diri Ikrimah, ia serius membimbingnya — bahkan sampai mengikatnya (dalam konteks mendidik).
📌 Orang tua yang sayang anak, akan serius dalam mendidik… bukan cuma marah saat anak salah, tapi sabar mengajari saat anak belum paham.
🚪 5. Ajari Anak Adab Minta Izin
Zaman sekarang, kita sering fokus ngajarin anak skill: coding, bahasa asing, public speaking…
Tapi satu adab penting ini sering terlewat:
➡️ Adab minta izin sebelum masuk kamar.
Padahal Allah langsung yang ngajarkan hal ini dalam Al-Qur’an:
> "Wahai orang-orang yang beriman, hendaklah anak-anak kalian yang belum baligh meminta izin kepadamu dalam tiga waktu: sebelum Subuh, saat istirahat siang, dan setelah Isya." (QS. An-Nūr: 58)
📌 Tiga waktu ini disebut waktu aurat, waktu-waktu di mana biasanya orang tua sedang dalam kondisi lebih terbuka, lebih santai, bahkan kadang belum berpakaian lengkap.
🔹 Sebelum Subuh – karena baru bangun tidur
🔹 Saat istirahat siang – biasanya sedang lepas pakaian luar
🔹 Setelah Isya – waktunya istirahat malam
➡️ Anak-anak harus diajari untuk mengetuk pintu dan minta izin sebelum masuk.
Bukan karena kita nggak sayang, tapi justru karena kita sayang dan ingin menjaga fitrah mereka.
Karena kalau anak terbiasa buka kamar sembarangan,
lalu tanpa sengaja melihat sesuatu yang belum layak dilihat,
itu bisa mengganggu hati dan membekas di ingatan.
Dan sekarang, banyak anak yang lebih ngerti privasi orang lain di dunia maya daripada privasi orang tua sendiri di rumah.
📌 Maka yuk mulai dari rumah.
Ajari anak:
🔸 "Kalau mau masuk kamar, ketuk dulu ya…"
🔸 "Kalau pintunya ketutup, berarti lagi pengen sendiri, bukan marah."
➡️ Ini bukan hanya soal sopan santun, tapi pelajaran menjaga kehormatan diri dan orang lain — sejak kecil.
Dan kalau kita mulai disiplin dari sekarang, insya Allah anak akan tumbuh jadi pribadi yang tahu batas, tahu malu, dan tahu adab.
---
📺 6. Jaga Anak dari Tayangan Rusak
Saudaraku…
Hari ini, banyak orang tua berjuang keras beli HP terbaik buat anaknya.
Tapi lupa untuk mengawasi apa yang dilihat lewat layar kecil itu.
Akhirnya…
👀 Anak nonton:
❌ Joget TikTok yang nggak senonoh
❌ Drama cinta-cintaan anak remaja
❌ Video prank kasar dan adegan kekerasan
Awalnya kita pikir: “Ah, cuma hiburan kok…”
Tapi lama-lama?
📉 Nilai adab luntur. Tauhid terkikis. Fitrah rusak pelan-pelan.
Rasulullah ﷺ sudah mengingatkan:
> “Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah. Orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi.”
(HR. Bukhari-Muslim)
📌 Dan hari ini…
Yang bisa merusak fitrah itu bukan cuma lingkungan luar.
Tapi gadget yang kita belikan sendiri, WiFi yang kita bayar sendiri, dan tontonan yang kita biarkan sendiri.
Kadang, setan nggak perlu masuk lewat pintu…
Cukup lewat iklan YouTube dan explore Instagram. 😢
Lalu kita heran:
🗯️ “Kok anak jadi kasar, suka ngelawan, omongannya gak enak ya?”
🗯️ “Kok anak lebih ngerti tren TikTok daripada hafal surat pendek?”
Jawabannya: Karena itu yang tiap hari dia tonton.
📌 Anak belajar dari yang sering dia lihat, bukan dari yang sesekali kita ucapkan.
Maka kalau kita benar-benar sayang…
➡️ Berani membatasi.
➡️ Berani bilang, “Ini cukup, Nak. Bukan karena ayah/ibu galak, tapi karena kami ingin kamu selamat.”
➡️ Isi harinya dengan Qur’an, kisah sahabat, dan tontonan yang mendidik.
Karena kalau YouTube dan TikTok jadi guru utama, maka ayah dan ibu hanya jadi penonton — di rumah sendiri.
---
---
🥇 7. Tanamkan Jiwa Besar dan Cinta Ilmu
Saudaraku…
Kalau kita lihat generasi sahabat Nabi ﷺ, kita bakal takjub:
Anak-anak mereka punya jiwa besar… meski badan mereka masih kecil.
🔹 Ibnu Umar daftar jihad di usia 14 tahun.
Waktu itu beliau datang ke Nabi ﷺ dan bilang ingin ikut perang. Ditolak karena masih terlalu muda. Tapi setahun kemudian, umur 15, diizinkan ikut perang Khandaq.
➡️ Lihat, anak seusia SMP sekarang… sudah berpikir ingin berjuang di jalan Allah!
🔹 Anas bin Malik jadi khadim (pelayan pribadi) Nabi ﷺ sejak umur 10 tahun.
Bukan disuruh-suruh, tapi beliau bangga dan bahagia bisa dekat dengan Rasulullah ﷺ.
Bayangin… anak 10 tahun zaman sekarang masih sibuk rebutan HP — Anas sudah jadi bagian dari sejarah kenabian.
🔹 Ibnu Abbas, sepupu Nabi ﷺ, dikenal sebagai ulama tafsir paling top di kalangan sahabat.
Kenapa? Karena Nabi mendoakan beliau, dan karena didampingi sejak kecil.
> “Ya Allah, berikan dia pemahaman agama dan ajarkan tafsir kepadanya.”
(HR. Ahmad)
📌 Mereka bukan anak-anak yang hanya bisa main… tapi anak-anak yang disiapkan untuk memimpin.
Sekarang coba kita tanya diri sendiri…
🗯️ Anak kita lebih hapal nama pemain bola… atau nama sahabat Nabi?
🗯️ Lebih paham tentang fitur game… atau isi surat Al-Fatihah?
➡️ Maka tugas kita bukan cuma sekadar menyekolahkan, tapi menumbuhkan semangat besar dalam jiwa mereka.
📌 Arahkan mereka untuk:
Mencintai ilmu — bukan sekadar lulus ujian, tapi karena tahu ilmu itu cahaya.
Mengenal perjuangan Islam — agar punya cita-cita jadi pejuang kebenaran, bukan hanya pegawai sukses.
Mencintai hadits, Al-Qur’an, dan sejarah Islam — bukan cuma sejarah dunia yang dipelajari di sekolah.
🔑 Karena kalau sejak kecil anak sudah biasa mendengar kisah sahabat, ulama, dan para pejuang Islam, maka jiwanya akan tumbuh bukan cuma cerdas, tapi kuat dan berani.
Dan semangat itu tak akan tumbuh dari hiburan yang berlebihan…
Tapi dari pendampingan orang tua, dari doa setiap malam, dan dari waktu yang diberikan dengan cinta.
---
🧭 8. Ajari Akhlak dan Tanggung Jawab
Saudaraku…
Hari ini banyak orang tua bangga luar biasa kalau anaknya juara kelas, hafal kosakata Inggris, bisa presentasi depan umum, atau masuk sekolah favorit.
Tapi…
Giliran anak ngejek ayahnya, malah diketawain.
Anak berani ngomel ke ibunya, malah dibilang “pintar ngomong”.
📌 Awas, ini salah kaprah dalam mendidik!
Kita sering terlalu fokus sama nilai akademik, sampai lupa bahwa akhlak jauh lebih penting di sisi Allah.
Rasulullah ﷺ bersabda:
> “Bukan dari golongan kami, orang yang tidak memuliakan yang tua, menyayangi yang muda, dan tidak mengenal hak ulama.”
(HR. Ahmad)
Artinya:
➡️ Anak yang pintar tapi tidak tahu adab, itu bukan prestasi.
➡️ Anak yang sopan dan bertanggung jawab, meski nilainya biasa saja, itulah mutiara sejati.
📌 Dan yang perlu kita ingat: Akhlak itu tidak lahir dari omelan… tapi dari keteladanan.
Kita nggak bisa nyuruh anak santun kalau kita sendiri suka kasar.
Kita nggak bisa minta anak jujur kalau kita sering ngibul di depan mereka.
Contoh kecil:
Kalau ada tamu, ajak anak bantu menyambut, suguhkan minuman.
Kalau ada masalah, ajak diskusi, bukan bentak-bentak.
Kalau anak salah, tegur dengan adil — jangan main semprot tanpa penjelasan.
➡️ Akhlak itu butuh pembiasaan, keteladanan, dan ruang belajar.
Dan jangan lupa:
🧠 Akhlak bukan hanya urusan anak.
Tapi cerminan rumah, dan cerminan orang tuanya.
Kalau rumah kita penuh adab, anak pun akan tumbuh dengan akhlak.
Tapi kalau rumah kita penuh teriakan, makian, dan ejekan — ya jangan heran kalau anak tumbuh kasar dan egois.
📌 Maka yuk, mulai dari hal kecil:
Ajari anak berkata “terima kasih” dan “maaf”
Ajari menghormati yang lebih tua
Ajari tanggung jawab sejak dini: beresin mainan, bantu di rumah, jujur kalau salah
Karena dunia ini tidak hanya butuh anak pintar…
Tapi juga butuh anak yang berakhlak, bertanggung jawab, dan tahu cara menghormati orang lain.
---
🔒 9. Ajari Anak Menjaga Rahasia
Saudaraku…
Anak zaman sekarang hidup di era yang serba terbuka.
Apa pun yang terjadi — langsung di-posting.
Baru dimarahin orang tua… masuk story.
Baru berantem sama adik… jadi konten.
Kadang tanpa sadar, aib keluarga sendiri diumbar ke publik.
Padahal Rasulullah ﷺ mendidik sahabat kecilnya — Anas bin Malik — untuk menjaga rahasia.
> Anas bin Malik radhiyallāhu ‘anhu berkata:
“Nabi ﷺ pernah menyampaikan pesan rahasia padaku. Aku tidak menceritakannya kepada siapa pun, bahkan kepada ibuku sekalipun.”
(HR. Muslim)
📌 Luar biasa…
Anak seusia Anas sudah paham tentang amanah dan tanggung jawab menjaga rahasia.
Bandingkan dengan hari ini:
Anak-anak sering tidak tahu batas —
Semua yang dia dengar, lihat, dan rasakan… langsung disebar.
➡️ Maka orang tua harus mulai menanamkan nilai ini sejak dini.
Ajarkan anak:
🗣️ “Nggak semua yang kamu lihat di rumah, harus kamu ceritain keluar.”
🗣️ “Kalau ada hal pribadi, simpan baik-baik. Itu bukan buat diumbar.”
Karena menjaga rahasia bukan cuma soal sopan santun —
Tapi ini bagian dari karakter amanah, akhlak mulia, dan kedewasaan.
📌 Kalau anak terbiasa menyimpan rahasia yang pantas dijaga…
Maka besar nanti dia akan bisa dipercaya, jadi pribadi yang tidak gampang menyebarkan aib orang lain.
Dan ingat, menjaga rahasia juga berarti:
🔹 Tidak membongkar masalah orang tua
🔹 Tidak menyebar konflik keluarga
🔹 Tidak asal cerita di depan teman atau publik
Karena kadang, yang membuat orang tua malu bukan perbuatannya sendiri… tapi cerita jujur dari anak yang belum diajari adab.
➡️ Maka yuk mulai sekarang, ajarkan batas dan tanggung jawab.
Agar anak-anak kita tumbuh jadi pribadi yang:
✅ Amanah
✅ Bijak bicara
✅ Dan bisa dipercaya oleh Allah dan manusia
.
---
📏 10. Pendidikan Akhlak Butuh Ketegasan
Saudaraku…
Mendidik anak itu nggak cukup hanya dengan lembut dan sayang.
Harus ada ketegasan.
Nabi ﷺ bersabda:
> "Gantungkan cambuk di tempat yang terlihat oleh penghuni rumah."
(HR. Thabrani)
🛑 Ini bukan perintah untuk memukul!
Tapi simbol ketegasan. Sebuah pesan:
📌 “Di rumah ini ada aturan, ada adab, dan ada batas yang harus dijaga.”
Karena kalau rumah terlalu lembek,
➡️ Anak bisa tumbuh jadi manja, keras kepala, dan anti dikoreksi.
Sebaliknya, kalau semua pakai bentakan,
➡️ Anak bisa tumbuh dengan ketakutan, dan kehilangan rasa percaya diri.
📌 Maka yang dibutuhkan adalah keseimbangan:
💗 Ada kasih sayang,
📏 Tapi juga ada aturan yang tegas.
Contoh kecil:
Kalau anak nggak mau sholat, jangan langsung dibentak, tapi juga jangan dibiarkan.
➡️ Tunjukkan bahwa sholat itu wajib, bukan negosiasi.
Kalau anak mulai ngomong kasar, jangan ditertawakan.
➡️ Tunjukkan bahwa ada konsekuensi untuk kata-kata buruk.
❌ Jangan semua pakai lembut — nanti anak mengira semua bisa ditawar.
❌ Jangan semua pakai marah — nanti anak tumbuh dalam tekanan.
✅ Tapi ajarkan disiplin dengan cinta.
✅ Ajarkan adab dengan arahan.
✅ Ajarkan tanggung jawab dengan contoh nyata.
📌 Ketegasan bukan berarti marah-marah,
Tapi jelas aturan, konsisten sikap, dan hadir dalam pembinaan.
Karena anak yang tidak dibiasakan dengan aturan…
Akan sulit membedakan antara kebebasan dan kebablasan.
---
🧓 11. Jadi Teladan Bagi Anak
Saudaraku…
Anak itu lebih cepat meniru daripada mendengar.
Kita bisa kasih ceramah satu jam,
Tapi satu menit perilaku kita yang bertolak belakang, bisa meruntuhkan semua nasihat.
Misalnya...
🗣️ “Nak, jangan kebanyakan main HP ya.”
Tapi anak lihat: ayahnya scroll TikTok dari pagi sampai malam.
🗣️ “Nak, baca Qur’an dulu sebelum main.”
Tapi anak belum pernah lihat ibunya pegang mushaf setelah Subuh.
➡️ Anak akhirnya bingung:
"Ini nasihat… atau tutorial diam-diam?"
📌 Anak belajar lewat contoh, bukan kata-kata.
Kalau kita ingin anak:
Cinta Allah ﷻ ➡️ kita harus lebih dulu menyebut nama Allah dalam keseharian.
Rajin shalat ➡️ jangan cuma nyuruh, tapi barengin mereka ke masjid.
Punya adab ➡️ pastikan ayah dan ibu juga jaga lisan dan sikap.
🌾 Dalam pepatah Arab disebut:
> "Siapa yang menanam, dia yang akan memanen."
Kalau kita menanam teladan, insyaAllah kita akan memanen akhlak yang baik dari anak-anak kita.
Tapi kalau yang kita tanam adalah:
Keluhan
Kata-kata kasar
Ketidakkonsistenan
Jangan heran kalau tumbuhnya adalah anak yang keras hati, labil, dan mudah memberontak.
📌 Rumah itu adalah sekolah pertama.
Dan ayah-ibu adalah guru pertama.
Kita sedang diobservasi setiap hari — tanpa absen.
Anak bisa lupa pelajaran di sekolah,
Tapi nggak pernah lupa gaya hidup orang tuanya.
➡️ Maka mulai sekarang, sebelum mengubah anak…
ubah dulu diri kita.
Karena teladan itu bukan hal besar — tapi hal kecil yang diulang setiap hari.
---
🎁 12. Penutup & Pesan Inti
Saudaraku…
Pendidikan anak itu bukan lomba cepat-cepatan sukses.
Bukan siapa duluan bisa baca, duluan bisa ngoding, duluan masuk kampus favorit.
📌 Tapi ibadah jangka panjang.
Yang butuh kesabaran, istiqamah, dan doa tanpa henti.
Karena yang kita tanam hari ini…
Baru akan kita panen 5, 10, bahkan 20 tahun ke depan.
Jadi jangan kecewa kalau hari ini belum kelihatan hasilnya.
Jangan menyerah saat anak belum sesuai harapan.
🌱 Karena setiap anak itu benih — dan setiap benih butuh waktu.
---
🎯 Maka inilah pesan utamanya:
✅ Ajari anak tentang Allah, bukan cuma alfabet.
Karena mengenal Allah lebih penting daripada sekadar pintar baca.
✅ Ajari adab sebelum ilmu.
Karena ilmu tanpa adab hanya melahirkan kecerdasan yang arogan.
✅ Jauhkan mereka dari tontonan rusak.
Karena satu jam nonton bisa merusak nilai yang kita tanam selama sepekan.
✅ Tanamkan cinta ilmu dan semangat perjuangan.
Agar mereka tumbuh bukan hanya sebagai “anak pintar”, tapi hamba Allah yang bermanfaat.
✅ Dan jadilah teladan, bukan sekadar penceramah.
Karena anak meniru lebih cepat daripada mencerna.
---
🛑 Di akhirat nanti, Allah tidak akan tanya: 📄 “Anakmu ranking berapa?”
🏅 “Anakmu keterima di universitas mana?”
Tapi Allah akan tanya:
🧠 “Apa yang kau ajarkan tentang Aku?”
❤️ “Seberapa dalam tauhid dan akhlak yang kau wariskan?”
📌 Maka jangan jadikan anak sebagai beban ambisi pribadi.
Tapi jadikan mereka ladang amal jariyah yang menyelamatkan kita dunia-akhirat.
---
✨ Mari tutup dengan doa:
> اللهم اجعل أبناءنا من عبادك الصالحين، المحبين لك ولرسولك، الحافظين لكتابك، والناشئين على طاعتك، وبارك لنا فيهم، واجعلهم قرة أعين لنا في الدنيا والآخرة. آمين.
📌 “Anak Itu Cerminan Orang Tua”
🖊️ Nuruddin Abu Faynan
---
🔹 Pembukaan
Assalamu’alaikum warahmatullahi wab...arakatuh.
الحمد لله الذي بنعمته تتمّ الصالحات، والصلاة والسلام على من بعثه الله رحمة للعالمين، وعلى آله وصحبه أجمعين.
Amma ba’du...
Ayah… Ibu…
Para guru dan orang tua yang saya cintai karena Allah…
Hari ini kita bahas tema yang dekat sekali dengan kita semua.
Bukan cuma sebagai orang tua. Tapi juga sebagai pendidik.
Tema kita:
> “Anak Itu Cerminan Orang Tua”
Kenapa penting?
Karena kadang kita sibuk “perbaiki anak”,
tapi lupa: anak itu bukan kertas kosong.
Dia itu pantulan dari siapa kita di rumah.
---
🔹 1. Anak Lahir Bukan Langsung Tahu Benar-Salah
Nabi ﷺ bersabda:
> «كل مولود يُولد على الفطرة...»
“Setiap anak lahir dalam keadaan fitrah (suci).” (HR. Bukhari dan Muslim)
🌿 Kata Syaikh Bin Baz رحمه الله:
> “Ini dalil besar bahwa orang tua punya peran sentral. Pendidikan pertama dan utama ada di tangan mereka.”
(Majmu’ Fatawa wa Maqalat Mutanawwi’ah)
Anak itu ibarat benih murni.
Tinggal siapa yang menyiramnya?
Apa yang masuk ke telinganya?
Apa yang dia lihat tiap hari?
Kalau kita tiap hari kasih tontonan emosi,
suara keras, bentakan, gadget tanpa kontrol,
maka jangan heran kalau dia tumbuh keras kepala,
ketergantungan layar, dan minim empati.
Jadi jangan berharap anak akan tumbuh baik kalau rumahnya minim keteladanan dan penuh pertengkaran.
---
🔹 2. Didik Anak Itu Nggak Cuma dengan Kata-Kata
Anak itu nggak belajar dari ceramah kita di rumah.
Anak belajar dari:
Nada suara kita waktu marah
Cara kita minta maaf kalau salah
Cara kita memperlakukan ibu mereka
Cara kita memperlakukan pembantu, tukang parkir, sopir ojol
📝 Maka, ingat satu kalimat penting:
> “Anak itu tidak butuh orang tua yang sempurna.
Tapi dia butuh orang tua yang mau belajar dan jadi teladan.”
Ada syair Arab klasik yang menggambarkan betapa cepatnya anak menyerap perilaku orang tuanya:
> وينشأ ناشئُ الفتيانِ فينا
على ما كان عوّدهُ أبوهُ
> “Anak-anak tumbuh dalam kebiasaan,
sesuai apa yang dibiasakan oleh ayahnya.”
Jadi kalau orang tuanya suka berkata jujur — anak ikut.
Kalau orang tuanya hobi ngegas — anak juga belajar marah.
---
🔹 3. Orang Tua & Guru Itu Satu Tim
Kadang ada orang tua bilang:
🗣️ “Ustadz dong yang ngajarin akhlak, kan sekolah mahal.”
Tapi guru bilang:
🗣️ “Lho, itu tanggung jawab orang tua di rumah.”
Kalau dua-duanya saling lempar,
anak-anak akan bingung dan jadi korban.
Orang tua dan guru itu bukan saling menyalahkan,
tapi harus jadi tim yang kompak.
> Karena akhlak itu bukan cuma pelajaran.
Tapi hasil dari lingkungan, keteladanan, dan konsistensi.
Syaikh Musthafa Al-‘Adawi hafizhahullah menulis:
> “Banyak orang tua melarang anaknya sesuatu, tapi mereka sendiri melakukannya. Ini bukan pendidikan, tapi penghancuran.”
(Fiqh Tarbiyatul Abna’, hlm. 22)
🧠 Anak itu cepat merekam.
Bukan cuma mendengar, tapi mengamati.
Kalau kita bilang:
🗣️ “Nak, jangan bohong ya…”
Tapi anak lihat kita bohongin tukang parkir atau debt collector,
ya dia akan tiru.
---
🔹 4. Rumah Itu Sekolah Pertama, dan Orang Tua Itu Ustadz Pertama
Di rumahlah anak pertama kali belajar:
🗣️ berbicara,
🧠 bersikap,
💖 berakhlak,
dan mengenal siapa Rabb-nya dan siapa Nabinya ﷺ.
---
📖 Syaikh Ibnu Baz رحمه الله berkata:
> “Nasihatilah anakmu, bimbing ia ke jalan kebaikan, dan jangan lupa doakan ia dalam salat dan di waktu-waktu mustajab.”
📚 Majmū‘ Fatāwā 5/245
🏡 Rumah itu madrasah,
dan ayah-ibunya ustadz dan ustadzah-nya.
Jangan serahkan semua ke sekolah.
Rumah adalah markas utama pendidikan.
Kalau di sekolah dia belajar tentang adab,
tapi pulang ke rumah,
yang dia dengar tiap hari adalah teriakan, sindiran, dan perbandingan:
> “Tuh lihat anak tetangga, ranking terus!”
Anak akan bingung:
Mana yang benar?
Maka rumah harus jadi tempat aman,
bukan tempat tekanan.
Kalau rumah isinya:
TV non-stop
Gadget bebas
Omelan setiap hari
Lalu kita heran: “Kok anak saya susah diatur ya, Ustadz?”
💡 Para ulama sepakat: ada tiga poros utama pendidikan Islam yang menjadi fondasi tumbuhnya generasi rabbani:
1️⃣ Rumah – tempat anak pertama kali mengenal kasih sayang dan tauhid,
2️⃣ Masjid – tempat anak belajar tunduk dan mencintai ibadah,
3️⃣ Sekolah – tempat adab dan ilmu ditanam secara disiplin dan bertahap.
📌 Tapi ingat…
Kalau satu kosong, dua lainnya bisa rapuh.
Masjid tak bisa menggantikan peran ayah,
Sekolah tak bisa menggantikan pelukan ibu,
Dan rumah tak cukup kalau tak diisi dengan ilmu dan iman.
🎯 Maka, tarbiyah dan dakwah harus hidup di ketiganya.
Bukan soal megahnya bangunan, tapi tentang siapa yang hadir dengan niat lillah.
Karena generasi robbani tak lahir dari ruang kosong,
tapi dari tempat yang penuh cinta, ilmu, dan keteladanan.
📚 Al-Imam Ibnu Baz رحمه الله pernah mengingatkan:
> “Setiap tempat bisa jadi medan dakwah.”
📖 Al-Ibrāziyyah, hlm. 153
Dakwah tak terbatas di masjid atau sekolah saja.
📖 Bahkan perkemahan dan pelatihan Islam pun, kata beliau, adalah ladang untuk menanam kebaikan.
(Majmū‘ al-Fatāwā, 2/236)
---
🔹 5. Tugas Kita: Tumbuhkan Jiwa, Bukan Cuma Nilai
Tarbiyah bukan cuma soal anak ranking.
Tarbiyah itu menumbuhkan jiwa.
Banyak yang mengira tarbiyah itu sekadar ngajarin pelajaran. Padahal lebih dari itu, tarbiyah berarti menumbuhkan jiwa, memupuk iman, dan membentuk karakter.
Makanya disebut "Ar-Rabb", karena Allah menumbuhkan kita dari satu fase ke fase lain sampai matang.
Yuk, didik anak-anak bukan cuma untuk bisa “jawab soal”, tapi juga supaya bisa “jawab di hadapan Allah.”
Tanya ke diri kita:
Apakah anak saya kenal Allah lebih dekat setelah hidup bersamaku?
Apakah dia merasa dimengerti, atau cuma disuruh?
Apakah rumah ini jadi tempat dia tumbuh atau malah tertekan?
> Jangan sampai anak tumbuh jadi anak pintar, tapi hatinya kosong.
☆☆
Makna Bahasa Tarbiyah
Secara bahasa, tarbiyah berasal dari kata kerja rabba—yang artinya: menumbuhkan, memelihara, dan mengembangkan.
Ar-Rāghib al-Aṣfahānī menjelaskan dalam Al-Mufradāt fī Gharīb al-Qur’ān:
الرَّبُّ: هو المُنْشِئُ لِلشَّيْءِ حَالًا فَحَالًا إِلَى أَنْ يَبْلُغَ إِلَى كَمَالِهِ
“Ar-Rabb adalah yang membentuk sesuatu dari satu keadaan ke keadaan berikutnya sampai mencapai kesempurnaan.”
(Al-Mufradāt, hlm. 184)
Makanya Allah disebut Ar-Rabb, karena Dialah yang mendidik dan membina makhluk dari nol sampai sempurna.
Ibnu Manzhūr juga berkata dalam Lisān al-‘Arab:
رَبَّ الوَلَدَ: أَدَّبَهُ وَقَوَّمَهُ، وَرَبَّاهُ، أَيْ سَاسَهُ وَقَامَ بِمَصَالِحِهِ
“Rabba al-walad berarti mendidik anak, mengajarinya adab, membimbing, dan mengurus semua urusannya.”
(Lisān al-‘Arab, 1/399)
Jadi jelas, tarbiyah bukan sekadar ngajarin pelajaran, tapi membentuk akhlak, mengarahkan hati, dan menemani pertumbuhan jiwa.
Tarbiyah dalam Islam
Dalam buku Asās at-Tarbiyah al-Islāmiyyah fī as-Sunnah an-Nabawiyyah dijelaskan:
“Tarbiyah adalah proses pembentukan kepribadian manusia secara menyeluruh dan seimbang—ruhiyah, aqliyah, dan jasadiyah—agar mampu menjalani kehidupan dengan nilai-nilai Islam.”
Artinya, tarbiyah bukan cuma transfer ilmu, tapi juga transformasi jiwa.
---
🔹 6. Anak Bukan Musuh yang Harus Dikalahkan
Kadang kita kehilangan kesabaran.
Teriak. Mencubit. Bahkan memaki.
Tapi kita lupa:
Anak itu bukan musuh yang harus dikalahkan.
> Dia adalah amanah yang harus diarahkan.
Nabi ﷺ bersabda:
> «ليس منا من لم يرحم صغيرنا»
"Bukan golongan kami orang yang tidak menyayangi yang lebih muda." (HR. Ahmad)
🧪 tapi juga ujian dari Allah.
> “Sesungguhnya harta dan anak-anak kalian adalah ujian.”
(QS. At-Taghabun: 15)
📌 Dan ujiannya beda-beda di tiap keluarga...
👶 Saat masih kecil:
Tangis tengah malam, rewel seharian, orang tua begadang.
Capek jasmani & rohani—sabar jadi kuncinya.
🧑🦱 Saat mulai remaja:
Ngeyel, susah diarahkan, kadang mulai membantah.
Ujian emosional yang sering bikin lelah hati.
💔 Ada juga yang diuji dengan anak yang sakit, tumbuh lambat, atau punya keterbatasan fisik dan mental.
Berat… tapi penuh pahala kalau dijalani dengan ikhlas.
🌿 Nah, di sinilah iman orang tua diuji:
✅ Masihkah sabar?
✅ Masihkah jaga kata dan sikap?
✅ Masihkah bertahan di jalan yang halal demi anak?
Karena hakikatnya…
🌱 Ujian bukan buat menjatuhkan, tapi buat menguatkan iman dan memperdalam cinta di dalam keluarga.
---
🔹 7. Anak Belajar dari Bahasa Tubuh Kita
Kita bisa aja bilang:
🗣️ “Nak, sabar ya…”
Tapi kalau kita sendiri:
Ngomel di jalan pas macet
Update status sambil sindir-sindir
Ribut sama pasangan di depan anak
Ya anak belajar dari situ.
Maka penting untuk kita:
Perbaiki diri, bukan hanya mengatur anak.
Syair Arab: Jangan Harap Anggur dari Duri
> إذا كان ربُّ البيتِ بالطَّبلِ ضاربًا
فلا تلُمنَّ الصِّبيانَ في الرَّقصِ
> “Jika kepala rumah main genderang,
jangan salahkan anak-anak menari.”
Kalau orang tua suka teriak,
anak belajar keras.
Kalau orang tua suka menyindir,
anak jadi ahli sarkasme.
Kita nggak bisa tanam durian, lalu berharap panen anggur.
---
🔹 8. Didik Anak Itu Investasi Akhirat
Nabi ﷺ bersabda:
> «إِذَا مَاتَ الإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلاَثٍ...»
“Jika anak Adam meninggal dunia, maka terputus amalnya kecuali dari tiga hal: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, atau anak saleh yang mendoakannya.” (HR. Muslim)
Kalau kita ingin pahala nggak berhenti,
maka didiklah anak agar jadi orang yang mengenal Allah, mencintai sunnah, dan mendoakan kita saat kita tiada.
Anak Bukan Fotokopi, Tapi Amanah
Maka jangan bentuk anak sesuai ego kita:
Harus jadi dokter!
Harus ranking 1!
Harus bisa hafal 30 juz di umur 5!
➡️ Bentuk anak sesuai fitrah dan potensinya, bukan obsesi kita.
☆☆
Islam datang, ngajarin bagaimana jadi manusia kuat. Kuat imannya, kuat jiwanya, kuat akhlaknya.
Pendidikan Islam: Membangun Karakter Tangguh
Dalam kitab Asās at-Tarbiyah al-Islāmiyyah fī as-Sunnah an-Nabawiyyah, disebutkan dengan sangat indah:
> “التربية الإسلامية تهدف إلى تكوين شخصية المؤمن الكاملة، الإيجابية في نظرتها إلى الحياة، لا تخدعه النجاحات، ولا تهزمه الإخفاقات...”
Pendidikan Islam itu, kata para ulama, bukan cuma mencetak siswa yang pinter jawab soal ujian. Tapi mencetak pribadi yang kalau dikasih rezeki, dia bersyukur dan makin dekat ke Allah. Kalau lagi diuji, dia sabar, gak ngeluh terus di status. Dia tetap melangkah dengan harapan kepada Allah. Inilah mukmin yang tangguh.
Tauhid: Akar dari Segalanya
Makanya, fondasi pendidikan Islam itu tauhid.
Syaikh ‘Abdul ‘Azīz bin Bāz rahimahullah menjelaskan:
> “Tujuan utama penciptaanmu, wahai hamba Allah, adalah untuk mentauhidkan-Nya...”
Jadi, pendidikan Islam bukan semata transfer ilmu. Tapi transfer makna hidup. Anak dididik bukan cuma buat “tahu”, tapi buat “tunduk”. Tauhid itu bukan cuma di lisan, tapi di sikap sehari-hari.
Allah Ta‘ālā berfirman:
> وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
“Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku.” (QS. Adz-Dzāriyāt: 56)
Nah, di sinilah letaknya. Pendidikan yang Islami itu selalu mengarah ke satu tujuan: membentuk hamba yang mengenal Allah, tunduk kepada-Nya, dan hidup dengan nilai-nilai tauhid.
Syaikh Ibn Bāz rahimahullāh pernah berpesan:
> “من أهم المهمات تربية الناشئة من صغرهم...”
Salah satu tugas terbesar adalah mendidik anak-anak kita sejak kecil. Bukan nanti, tapi sekarang. Bukan tunggu sekolah tinggi, tapi dari rumah. Dari pangkuan ibu. Dari teladan ayah. Dari suasana di masjid. Dari obrolan makan malam. Dari doa sebelum tidur.
Kadang kita sibuk nyari sekolah terbaik, tapi lupa rumah kita jadi tempat belajar terpenting. Padahal, anak-anak itu lebih banyak nyerap dari apa yang mereka lihat, bukan cuma yang mereka dengar. Maka rumah yang Islami, itu bukan yang temboknya banyak tulisan Arab, tapi yang di dalamnya penuh dengan zikir, sabar, kasih sayang, dan doa.
---
🔹 9. Dunia Boleh Modern, Tapi Anak Tetap Butuh Nilai
Hari ini anak-anak hidup di zaman serba cepat.
Apa-apa tinggal klik.
Tapi jiwa mereka tetap butuh kasih sayang,
batasan, dan ketegasan dengan cinta.
Bukan gadget yang salah.
Tapi saat gadget menggantikan kehadiran kita.
Jangan Wariskan Luka, Wariskan Tauhid
Banyak anak tumbuh dengan luka batin dari orang tuanya.
Bukan karena orang tua jahat.
Tapi karena nggak sadar,
bahwa kata-kata tajam dan tekanan berlebihan bisa jadi luka abadi.
> Didik anakmu dengan cinta yang mendidik,
bukan dengan cinta yang menyakiti.
Dan yang paling utama:
> Wariskan tauhid, bukan cuma uang dan gelar.
---
🔹 10. Jadi Orang Tua Itu Belajar Seumur Hidup
Yuk, kita jujur…
Kadang kita lelah.
Kadang kita juga masih menyimpan luka dari pola asuh di masa kecil.
Tapi itu bukan alasan untuk berhenti belajar.
> Mendidik anak bukan soal menjadi orang tua yang sempurna,
tapi tentang menjadi orang tua yang terus belajar dan tumbuh.
Anak tidak butuh orang tua yang selalu punya jawaban benar.
Mereka butuh orang tua yang sabar, jujur, dan tulus.
Karena sering kali, yang mereka kenang bukan isi nasihat kita…
Tapi sikap dan kelembutan yang mereka rasakan.
---
📝 Kita Sedang Mencetak Generasi, Bukan Cuma Mengejar Nilai
Sering kali, kita sibuk mengejar:
Nilai ujian,
Ranking kelas,
Sertifikat lomba.
Padahal, tujuan tarbiyah bukan sekadar mencetak anak pintar,
tapi anak yang kuat imannya, dan mulia akhlaknya.
Nilai tinggi itu bagus.
Tapi kalau tidak dibarengi adab dan tauhid,
maka itu hanya angka tanpa makna.
> Anak yang membawa keberkahan bukan cuma yang hebat di atas kertas,
tapi yang tangguh di hadapan dunia dan lembut di hadapan Rabb-nya.
---
🔹 Doa Orang Tua, Senjata Rahasia
Kalau kita merasa sudah berusaha maksimal,
tapi anak belum juga berubah seperti harapan…
> Jangan lelah untuk terus berdoa.
Lihatlah doa Nabi Ibrahim ‘alaihis salam:
> ﴿رَبِّ اجْعَلْنِي مُقِيمَ الصَّلَاةِ وَمِن ذُرِّيَّتِي﴾
“Ya Rabbku, jadikanlah aku dan anak keturunanku sebagai orang-orang yang mendirikan shalat.”
(QS. Ibrahim: 40)
🌙 Menangislah dalam sujud untuk anakmu,
sebagaimana dulu kamu menangis bahagia saat ia lahir ke dunia.
Karena bisa jadi, air matamu di malam hari
lebih didengar Allah daripada semua teriakan dan omelanmu di siang hari.
---
🔹 Penutup
Ayah… Ibu…
Anak itu bukan miniatur harapan kita,
tapi amanah dari Allah yang harus kita jaga.
Bukan sekadar pintar,
tapi harus bertauhid, berakhlak, dan mencintai Allah dan Rasul-Nya.
Kalau hari ini belum ideal,
jangan putus asa.
Mari mulai dari:
Perbaiki hubungan dengan Allah
Bangun komunikasi yang jujur dengan anak
Bangun kerja sama dengan sekolah
Semoga Allah menjadikan anak-anak kita:
> قُرَّةَ أَعْيُنٍ
penyejuk mata kita di dunia,
dan syafaat bagi kita di akhirat.
---
🎯 Penutup Doa:
اللهم اجعل أولادنا من الصالحين...
اللهم أصلحهم واهدهم وبارك لنا فيهم...
اللهم اجعلهم من حملة القرآن، وممن يحبك ويحب نبيك صلى الله عليه وسلم...
اللهم اجعل أبناءنا قرة أعين لنا في الدنيا،
وشفعاء لنا في الآخرة،
وارزقنا برهم في الحياة وبعد الممات،
آمين...
Ceramah#1
"Hidayah itu dicari bukan di nanti”
Ust Nuruddin Abu Faynan Al-Makky
Alhamdulillāh, segala puji bagi Allah.
kemudian terima kasih khusus kepada ....... — semoga Allah membalas beliau dengan sebaik-baik balasan. Karena melalui beliau jugalah, kita bisa duduk bersama malam ini membahas tema yang penting: fiqih dalam mendidik anak.
Salah satu bagian penting dalam pendidikan yang perlu kita pahami adalah
□□ bahwa keshalihan anak itu anugerah dari Allah. Bukan sekadar hasil kerja keras, tapi buah dari taufiq dan hidayah-Nya.
Maka malam ini, kita akan membahas satu hal besar yang sering luput dari perhatian:
“Hidayah itu dicari, bukan dinanti.”
Bukan kita cari dari teori-teori Barat.
Bukan pula dari tren parenting yang berseliweran di media sosial.
Tapi kita gali dari wahyu Allah dan tuntunan Rasulullah ﷺ —
pedoman hidup paling lurus, yang tak akan pernah usang sepanjang zaman.
Kenapa? Karena yang menciptakan anak-anak kita adalah Allah. Maka aturan-Nya pasti paling pas. Firman Allah:
> {مَا فَرَّطْنَا فِي الْكِتَابِ مِنْ شَيْءٍ}
“Tidaklah Kami luputkan sesuatالحمد لله الذي بنعمته تتم الصالحات
Segala puji bagi Allah, yang dengan nikmat-Nya segala kebaikan menjadi sempurna.”
الصلاة والسلام على نلينا محمد وعلى آله وصحبه اجمعين
Shalawat dan salam semoga tercurah kepada nabi kitu muhammad, keluarga, sahabat, dan seluruh umatnya yang setia mengikuti sunnah beliau hingga akhir zaman. [ durasi 1 menitu pun dalam Kitab ini.” (QS. Al-An‘ām: 38)
> {أَلَا يَعْلَمُ مَنْ خَلَقَ وَهُوَ اللَّطِيفُ الْخَبِيرُ}
“Apakah Allah yang menciptakan itu tidak tahu?” (QS. Al-Mulk: 14)
Maka, kalau kita ingin sukses mendidik anak:
✅ Telusuri jejak Rasulullah ﷺ.
✅ Lihat adab yang diajarkan beliau.
✅ Ikuti praktik para sahabat dan generasi awal Islam.
Kita tak cukup hanya dengan pengalaman atau kisah viral.
Kita butuh dalil dari Al-Qur’an, Sunnah, dan penjelasan para ulama salaf. Karena Rasulullah ﷺ bersabda:
> خير الناس قرني، ثم الذين يلونهم، ثم الذين يلونهم
“Sebaik-baik manusia adalah yang hidup di zamanku, lalu setelah mereka, lalu setelah mereka.” (HR. Bukhari & Muslim)
Teman-teman yang dirahmati Allah…
Mendidik anak itu penting.
● Tapi yang lebih penting lagi adalah menundukkan hati dalam doa.
Karena sehebat apa pun ilmu dan usaha kita, yang bisa membimbing hati anak-anak kita hanyalah Allah Subḥānahu wa Ta‘ālā.
Makanya, sebelum bicara tentang tips atau teori parenting, kita perlu tanamkan satu prinsip dasar:
● Hidayah itu datangnya dari Allah.
Bukan dari kita. Bukan dari sekolah favorit. Bukan juga dari konten-konten motivasi.
Kalau Allah nggak kasih hidayah, sekeras apa pun kita berusaha, hasilnya bisa jauh dari harapan.
Allah ﷻ berfirman:
> وَلَوْ شِئْنَا لَآتَيْنَا كُلَّ نَفْسٍ هُدَاهَا...
“Kalau Kami menghendaki, pasti Kami beri setiap jiwa petunjuknya...”
(QS. As-Sajdah: 13)
> يُضِلُّ مَنْ يَشَاءُ وَيَهْدِي مَنْ يَشَاءُ
“Dia menyesatkan siapa yang Dia kehendaki, dan memberi petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki.”
(QS. An-Nahl: 93)
Artinya?
Soal siapa yang dapat hidayah dan siapa yang tidak, itu hak prerogatif Allah.
Bahkan, sejak seseorang masih di dalam perut ibunya, takdirnya sudah ditulis. Kata Nabi ﷺ:
> “Malaikat diperintahkan mencatat empat hal: ajalnya, rezekinya, amal perbuatannya, dan apakah dia bahagia atau celaka.”
(HR. Bukhari dan Muslim)
Bahkan tentang anak kecil yang dibunuh Khidr, Nabi ﷺ bersabda:
> "الغلام الذي قتله الخضر طُبع كافراً"
"Anak itu memang diciptakan sebagai orang kafir."
(HR. Muslim)
Ini semua bukan untuk membuat kita putus asa, tapi supaya kita sadar:
● Kunci utama dalam mendidik anak adalah doa dan tawakal kepada Allah.
Makanya, orang-orang beriman selalu menyertakan doa untuk anak-anak mereka.
Salah satunya yang sangat indah ada dalam QS. Al-Furqan ayat 74:
> رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ
"Ya Rabb kami, anugerahkanlah kepada kami pasangan dan keturunan sebagai penyejuk mata kami."
Apa sih arti “penyejuk mata”?
Itu bukan sekadar anak yang pintar atau populer…
Tapi anak yang bikin hati tenang, adem, dan nggak bikin iri lihat anak orang lain.
Sama kayak suami yang punya istri cantik lahir-batin—matanya nggak lagi cari-cari yang lain. Karena hatinya udah cukup.
Begitu juga orang tua…
Kalau punya anak yang beradab, santun, dekat sama Allah—itu udah cukup.
Nggak perlu pembanding. Nggak perlu iri.
Makanya,
● doa orang beriman dalam Al-Qur’an itu spesial banget:
رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ
“Ya Rabb kami, anugerahkan kepada kami pasangan dan keturunan yang menjadi penyejuk mata…”
(QS. Al-Furqan: 74)
Dan yang luar biasa, di akhir doa itu mereka juga minta:
وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا
“…dan jadikan kami pemimpin bagi orang-orang yang bertakwa.”
● Begitu juga saat usia menginjak 40 tahun,
biasanya mulai muncul rasa:
"Aku harus jadi lebih baik. Aku harus lebih dekat sama Allah."
Itulah usia matang. Usia muhasabah.
Dan Allah abadikan doa orang yang sampai di usia ini:
> {رَبِّ أَوْزِعْنِي أَنْ أَشْكُرَ نِعْمَتَكَ التى انعمت علي وعلى والدي وان اعمل صالحا ترضاه. وَأَصْلِحْ لِي فِي ذُرِّيَّتِي...}
“Ya Rabb-ku, bimbing aku untuk selalu bersyukur atas nikmat-Mu… dan perbaikilah untukku keadaan anak keturunanku.”
(QS. Al-Ahqaf: 15)
Lihat, dia nggak cuma minta untuk dirinya.
Tapi juga minta agar Allah yang memperbaiki anak-anaknya.
○ Karena dia tahu, sebaik-baik usaha manusia… tetap Allah yang punya kuasa atas hati mereka.
Makanya, jadi orang tua itu nggak cukup hanya kerja keras mendidik.
Kita juga harus doa keras.
Minta sama Allah dengan sungguh-sungguh—karena cuma Allah yang bisa menyentuh hati mereka.
Contohnya:
■ Nabi Ibrahim ‘alayhis salām.
Ketika beliau meninggalkan sebagian keturunannya di tanah tandus dekat Ka'bah, apa yang beliau minta?
> رَبَّنَا لِيُقِيمُوا الصَّلَاةَ
“Ya Rabb, agar mereka menegakkan shalat…”
(QS. Ibrahim: 37)
Doa beliau bukan cuma tentang makan atau tempat tinggal. Tapi agar anak-anaknya tetap nyambung sama Allah.
Bahkan beliau juga minta:
> “…jadikanlah hati manusia cenderung kepada mereka.”
Bukan cuma soal tempat tinggal, tapi juga lingkungan yang mencintai agama.
■ Begitu juga dengan Nabi Zakariya ‘alayhis salām.
Saat beliau belum punya anak, padahal usianya sudah lanjut dan istrinya mandul, beliau tetap berdoa:
> "رَبِّ هَبْ لِي مِن لَّدُنكَ ذُرِّيَّةً طَيِّبَةً"
“Berilah aku keturunan yang baik dari sisi-Mu…”
(QS. Ali 'Imran: 38)
Jadi jelas ya teman-teman…
●●● Anak yang baik itu anugerah dari Allah, bukan hasil murni dari kerja keras kita.
Kita bisa capek ngatur jadwal, ngasih nasehat, ngurus sekolah...
tapi tetap harus sadar:
●Yang bisa menanamkan iman,
● menjaga akhlak, dan
● membimbing langkah mereka itu cuma Allah.
Sahabat sekalian…
Yuk kita lihat sejenak kisah
1- Nabi Yūsuf ‘alayhis salām.
Beliau tumbuh bukan di lingkungan pesantren, bukan di rumah orang shalih.
Tapi… di mana?
Di istana penguasa kafir Mesir, dan sempat masuk penjara—bersama pencuri, peminum, dan para kriminal.
Lingkungannya keras. Tapi… apa yang terjadi?
🛡️ Allah sendiri yang jaga beliau.
Padahal Yūsuf itu luar biasa tampannya.
Nabi ﷺ sampai bilang:
> "أُوتِيَ يُوسُفُ شَطْرَ الْحُسْنِ"
“Yūsuf diberi separuh dari seluruh ketampanan dunia.”
(HR. Muslim)
Separuh ketampanan dunia, ada di satu orang!
Tapi tetap… Allah jaga.
Tangannya tak pernah menyentuh yang haram. Lisannya tak ikut bicara dusta. Hatinya tetap bersih.
📌 Apa pelajaran dari sini?
Lingkungan itu penting, tapi penjagaan Allah jauh lebih penting.
Karena kalau Allah yang jaga, bahkan penjara pun bisa jadi tempat tumbuhnya iman.
---
Lihat juga
2- kisah anak dalam cerita Ashḥābul Ukhdūd (Kisah Parit di QS. Al-Burūj).
Anak ini bukan dari keluarga shalih.
Orang tuanya bahkan kafir.
Ia dikirim belajar sihir, bukan belajar Al-Qur’an. Tapi di tengah jalan… Allah pertemukan dia dengan seorang rahib.
Dia belajar iman.
Dia tinggalkan sihir, dan justru jadi penyebab hidayah satu negeri!
💡 Siapa yang membelokkannya dari sihir menuju tauhid?
Bukan orang tua, bukan guru sihir.
Jawabannya: Allah.
> "يَهْدِي مَن يَشَاءُ إِلَىٰ صِرَاطٍ مُّسْتَقِيمٍ"
“Allah memberi petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki ke jalan yang lurus.”
(QS. Al-Baqarah: 213)
---
🌟 Maka sahabat sekalian…
Kalau kita mau anak kita selamat dari fitnah zaman, dari pergaulan rusak, dari konten toxic di internet…
✅ Bukan cuma soal sekolahnya di mana,
✅ Bukan cuma soal screen time-nya dibatasi,
✅ Tapi yang lebih penting:
●● doa dan tawakal kita pada Allah.
Setiap hari. Setiap waktu. Kita minta:
> “Ya Allah… jaga anak-anak kami. Bimbing hati mereka. Jangan Engkau serahkan mereka pada diri mereka sendiri, walau sekejap mata.”
Karena pelajarannya jelas:
🌱 Kalau Allah beri hidayah, anak dari keluarga kafir bisa jadi pejuang tauhid.
🔥 Tapi kalau Allah tak beri hidayah, anak dari keluarga ustaz pun bisa tersesat.
---
Jadi tugas kita
□ bukan cuma capek mendidik… tapi juga kuat dalam berdoa dan berharap.
□ Bukan sekadar pengen anak kita sukses dunia,
tapi semoga mereka jadi penyejuk mata—anak-anak yang bikin hati tenang,
● karena dekatnya mereka dengan Allah Subhanahu wa Ta‘ālā.
Jadi yuk derasin temen2 bapak ibu semua doanya buat anak-anak kita
■ Kenapa sih doa itu penting banget buat anak-anak kita?
Karena… hidayah itu bukan di tangan kita.
● Bahkan seorang Nabi pun nggak bisa jamin hidayah buat anaknya.
Lihat kisah Nabi Nuh ‘alaihis salām.
Beliau adalah Rasul pilihan, ulul ‘azmi—tapi anaknya sendiri memilih jalan kufur.
□ Saat banjir besar datang,
Nabi Nuh masih berusaha menyelamatkannya:
> يَا بُنَيَّ ارْكَبْ مَعَنَا وَلَا تَكُن مَعَ الْكَافِرِينَ
“Wahai anakku! Naiklah bersamaku, dan jangan bersama orang-orang kafir.”
(QS. Hūd: 42)
Tapi apa jawab sang anak?
> سَآوِي إِلَىٰ جَبَلٍ يَعْصِمُنِي مِنَ الْمَاءِ
“Aku akan naik ke gunung, dia akan lindungi aku dari banjir.”
○ Sombong, keras kepala, dan menolak nasihat ayahnya sendiri.
Nuh ‘alaihis salām menjawab:
> لَا عَاصِمَ الْيَوْمَ مِنْ أَمْرِ اللَّهِ إِلَّا مَن رَّحِمَ
“Hari ini tidak ada yang bisa selamat dari azab Allah, kecuali yang diberi rahmat oleh-Nya.”
Lalu gelombang besar memisahkan mereka. Dan sang anak… tenggelam.
(QS. Hūd: 43)
🎯 Bayangin...
Seorang Nabi.
Seorang ayah terbaik.
Tapi kalau Allah belum berkehendak memberi hidayah… gak akan terjadi.
---
💡 Maka dari itu, sahabat…
Sebagus apapun metode parenting kita, sehebat apapun sekolah dan lingkungan anak, tetap gak cukup tanpa doa.
Doa itu bukan formalitas.
Tapi itulah ●●● jantungnya ikhtiar orang tua.
Karena yang bisa membolak-balik hati mereka,
yang bisa menguatkan iman mereka…
hanya Allah, Rabbul ‘Alamin.
---
📌 Jadi, apa tugas kita?
Hidayah itu dicari, bukan dinanti.
✅ Berdoa siang dan malam, minta agar Allah jaga anak-anak kita.
✅ Mendidik dengan ilmu, bukan asumsi—pakai Qur’an dan Sunnah.
✅ Ngasih teladan, bukan cuma omelan.
✅ Bikin rumah jadi tempat zikir, bukan cuma tempat nonton.
✅ Arahkan anak ke guru & teman yang shalih.
🌱 Karena di tengah zaman yang makin bebas ini…
anak shalih bukan hasil dari kerja keras semata.
Tapi dari doa yang keras juga. 🫶
🌱 Mendidik anak itu…
□ bukan cuma soal doa, tapi juga soal ikhtiar yang sungguh-sungguh.
Kita kadang terlalu berharap hasil besar,
● tapi lupa menanam bibitnya dengan sabar.
Allah ﷻ sudah menetapkan: siapa yang menempuh jalan kebaikan, Allah sendiri yang akan bukakan jalannya, bahkan tambahkan hidayah.
Dengar firman-Nya di Surah Al-Lail:
> فَأَمَّا مَنْ أَعْطَىٰ وَاتَّقَىٰ • وَصَدَّقَ بِالْحُسْنَىٰ • فَسَنُيَسِّرُهُ لِلْيُسْرَىٰ
“Barang siapa yang memberi, bertakwa, dan membenarkan kebaikan, maka Kami akan mudahkan dia menuju kemudahan.”
(QS. Al-Lail: 5–7)
✨ Ini kode keras buat para orang tua:
Kalau kita rajin menanam nilai baik di rumah, menjauhi dosa, dan percaya sama janji Allah, maka Allah sendiri yang bantu anak-anak kita menuju jalan kebaikan.
💬 Jadi bukan cuma berharap anak jadi saleh… tapi juga bergerak dan terus berusaha!
Tapi sebaliknya, Allah juga kasih peringatan:
> وَأَمَّا مَنْ بَخِلَ وَاسْتَغْنَىٰ • وَكَذَّبَ بِالْحُسْنَىٰ • فَسَنُيَسِّرُهُ لِلْعُسْرَىٰ
“Barang siapa yang pelit, merasa cukup (tak butuh Allah), dan mendustakan kebaikan, maka Kami akan mudahkan dia menuju kesulitan.”
(QS. Al-Lail: 8–10)
🛑 Artinya, kalau kita cuek, sombong, dan gak mau ngikutin petunjuk, Allah bisa biarkan kita — dan anak-anak kita — terseret ke jalan yang susah dan gelap. Na’udzubillah…
---
🔑 Tapi tenang… Allah juga janji:
> وَالَّذِينَ جَاهَدُوا فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا
“Orang-orang yang bersungguh-sungguh di jalan Kami, pasti akan Kami tunjukkan jalan-jalan Kami.”
(QS. Al-‘Ankabūt: 69)
🎯 Jadi kuncinya simpel:
➕ Usaha
➕ Doa
➕ Istiqamah
Kalau kita sungguh-sungguh ingin berubah, ingin anak kita lebih baik, Allah pasti bantu.
---
🧠 Sekarang kita lihat contoh dari para Nabi…
📌 Nabi Musa ‘alaihis salam
> وَلَمَّا بَلَغَ أَشُدَّهُ وَاسْتَوَىٰ آتَيْنَاهُ حُكْمًا وَعِلْمًا ۚ وَكَذَٰلِكَ نَجْزِي الْمُحْسِنِينَ
“Ketika Musa mencapai kedewasaan sempurna, Kami anugerahkan hikmah dan ilmu. Begitulah balasan bagi orang-orang yang berbuat baik.”
(QS. Al-Qashash: 14)
Musa itu baik, dan Allah balas dengan ilmu dan hikmah.
⚠️ Ini sunnatullah: siapa yang berbuat baik, Allah akan kasih yang lebih baik.
---
📌 Nabi Ibrahim ‘alaihis salam
> وَإِذِ ابْتَلَىٰ إِبْرَاهِيمَ رَبُّهُ بِكَلِمَاتٍ فَأَتَمَّهُنَّ ۖ قَالَ إِنِّي جَاعِلُكَ لِلنَّاسِ إِمَامًا
“Ketika Ibrahim diuji oleh Tuhannya dan ia menunaikan semua perintah itu, Allah berfirman: Aku jadikan engkau pemimpin bagi manusia.”
(QS. Al-Baqarah: 124)
Ibrahim lulus ujian. Allah angkat jadi pemimpin. Tapi saat beliau berharap anak cucunya ikut mulia, Allah langsung tegaskan:
> لَا يَنَالُ عَهْدِي الظَّالِمِينَ
“Janji-Ku tidak berlaku untuk orang-orang yang zalim.”
⛔ Bahkan keturunan Nabi sekalipun, tidak otomatis mulia.
●●● Harus ada perjuangan, iman, dan akhlak.
---
📌 Bani Israil
> وَجَعَلْنَا مِنْهُمْ أَئِمَّةً يَهْدُونَ بِأَمْرِنَا لَمَّا صَبَرُوا وَكَانُوا بِآيَاتِنَا يُوقِنُونَ
“Kami jadikan di antara mereka pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami, karena mereka sabar dan yakin terhadap ayat-ayat Kami.”
(QS. As-Sajdah: 24)
Kapan mereka jadi pemimpin?
Setelah sabar dan yakin.
---
📌 Bahkan Allah juga tegaskan:
> وَمِنْ ذُرِّيَّتِهِمَا مُحْسِنٌ وَظَالِمٌ لِنَفْسِهِ مُّبِينٌ
“Di antara keturunan mereka ada yang berbuat baik, ada juga yang zalim pada dirinya sendiri.”
(QS. Ash-Shaffāt: 113)
🧬 Artinya, keturunan orang baik belum tentu jadi baik, kalau tidak ditanam nilai iman, tidak diarahkan, dan tidak dikawal dengan doa.
---
💡 Kesimpulan sementara:
✔️ Hidayah, ilmu, dan kemuliaan itu gak datang tiba-tiba.
✔️ Harus ada usaha.
✔️ Harus ada kesabaran.
✔️ Harus ada perjuangan dan amalan nyata.
Dan siapa yang sungguh-sungguh mencari…
✨ Allah pasti bukakan jalan.
Bukan cuma untuk dirinya, tapi juga buat anak-anaknya.
📍 Contoh nyata dalam Al-Qur’an:
● Nabi Lūṭ ‘alaihis salām.
Yang diselamatkan bukan karena hubungan darah. Tapi karena ketaatan dan rasa syukur kepada Allah.
Allah berfirman:
> نِعْمَةً مِّنْ عِندِنَا ۚ كَذَٰلِكَ نَجْزِي مَنْ شَكَرَ
“Sebagai nikmat dari Kami. Begitulah balasan Kami bagi orang yang bersyukur.”
(QS. Al-Qamar: 35)
🎯 Artinya, keselamatan itu nggak diwariskan. Tapi diperjuangkan, dengan iman dan syukur yang hidup.
---
⚠️ Tapi beda nasibnya dengan orang yang menolak peringatan dan berpaling dari hidayah…
Allah berfirman:
> ثُمَّ انصَرَفُوا صَرَفَ اللَّهُ قُلُوبَهُم
“Mereka berpaling, maka Allah palingkan hati mereka.”
(QS. At-Taubah: 127)
> فَلَمَّا زَاغُوا أَزَاغَ اللَّهُ قُلُوبَهُمْ
“Ketika mereka menyimpang, Allah pun menyimpangkan hati mereka.”
(QS. Ash-Shaff: 5)
> فَلَمَّا نَسُوا مَا ذُكِّرُوا بِهِ فَتَحْنَا عَلَيْهِمْ أَبْوَابَ كُلِّ شَيْءٍ
“Ketika mereka melupakan peringatan, Kami bukakan untuk mereka semua pintu (kenikmatan)… lalu Kami siksa mereka secara tiba-tiba.”
(QS. Al-An‘ām: 44)
😱 Serem banget…
Orang yang berpaling dari nasihat dan ilmu, bisa jadi malah dipalingkan lebih jauh. Bahkan dunia diberikan, bukan sebagai nikmat, tapi sebagai istidraj — jebakan agar makin lalai.
---
🎯 Kesimpulan penting:
✅ Hidayah itu dijemput, bukan ditunggu.
✅ Perubahan butuh langkah nyata, bukan hanya niat di hati.
✅ Siapa yang sungguh-sungguh, Allah bukakan jalan.
❌ Tapi siapa yang cuek, Allah bisa palingkan hatinya. Na’udzubillāh.
---
✨ Jadi…
🎈 Jangan cuma berharap jadi baik. Mulailah bergerak walau dengan langkah kecil.
🎈 Jangan cuma niat hijrah. Tapi mulai ambil tindakan—meski satu ayat, satu doa, satu langkah menjauhi maksiat.
Karena Allah janji:
> إِنَّ اللَّهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّىٰ يُغَيِّرُوا مَا بِأَنفُسِهِمْ
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sampai mereka mengubah apa yang ada pada diri mereka sendiri.”
(QS. Ar-Ra’d: 11)
---
💡 Semoga Allah beri kita taufiq untuk mau berubah, dan beri anak-anak kita hati yang lembut untuk menerima hidayah. Aamiin.
Tambahan
Kunci anak saleh
---
💎 1. Orang Tua Duluan Taat, Baru Anak Mengikut
🌱 Salah satu kunci terbesar agar anak tumbuh jadi pribadi yang shalih adalah: kita sebagai orang tua yang lebih dulu serius dalam ketaatan.
Banyak orang tua mengeluh:
> “Kenapa anak saya susah diatur ya?”
“Anak saya kok gak suka ngaji?”
Tapi kadang kita lupa…
Anak itu cerminan.
Dia belajar dari melihat, bukan sekadar dari mendengar.
---
📌 Kalau tiap hari anak melihat kita:
rajin shalat tepat waktu,
hati-hati dalam urusan uang halal-haram,
jujur dalam ucapan,
maka itu semua nempel di benaknya… dan pelan-pelan membentuk karakternya.
---
📖 Allah sebutkan dalam QS. Al-Kahfi ayat 82 tentang dua anak yatim:
> {وَكَانَ أَبُوهُمَا صَالِحًا}
“…dan ayah mereka adalah orang yang shalih.”
Karena keshalihan ayah mereka, Allah kirim Musa dan Khidr untuk jaga harta anak-anak itu sampai mereka dewasa.
Subhanallah… bahkan setelah ayahnya wafat pun, keberkahannya masih terasa.
---
💬 Dulu, Sa‘īd bin al-Musayyib — ulama besar di kalangan tabi’in — pernah bilang ke anaknya:
> "Wahai anakku, aku akan menambah jumlah rakaat shalatku demi kebaikanmu."
Karena beliau paham, amal baik orang tua bisa jadi tabungan berkah untuk anak-anaknya.
---
📖 Dalam QS. An-Nisā’ ayat 9, Allah juga beri warning:
> {فَلْيَتَّقُوا اللَّهَ وَيَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا}
“Maka bertakwalah kepada Allah dan ucapkanlah perkataan yang benar.”
✅ Takwa kita hari ini, ucapan kita yang jujur hari ini — bisa jadi sebab keselamatan anak-anak kita di masa depan.
---
📌 Jadi, kalau kita mau anak yang kuat imannya,
✔️ Kita harus duluan kuat dalam ibadah.
✔️ Kalau mau anak jujur,
✔️ Kita harus duluan menjaga lisan.
Anak-anak meniru, bukan sekadar mendengar.
---
💍 2. Ibu yang Shalihah, Madrasah Pertama Anak
🔑 Kunci kedua adalah: memilih ibu yang shalihah.
Ini bukan cuma soal jatuh cinta.
Tapi soal siapa yang akan jadi madrasah pertama buat generasi masa depan.
---
Rasulullah ﷺ bersabda:
> “Wanita dinikahi karena empat hal: karena hartanya, kecantikannya, keturunannya, dan agamanya. Maka pilihlah yang agamanya kuat, niscaya kau akan beruntung.”
(HR. Bukhari & Muslim)
Kenapa agama yang paling ditekankan?
Karena istri yang shalihah adalah pendidik pertama anak-anak kita.
---
Dan jangan lupa, sebagian sifat ibu juga bisa nurun ke anak:
📌 Kecantikan,
📌 Kecerdasan,
📌 Kelembutan hati…
Bahkan Mu’awiyah radhiyallāhu ‘anhu pernah menjodohkan budak perempuan berkulit putih dengan lelaki berkulit gelap, lalu berkata:
> “Nikahilah dia, agar anak-anakmu lahir seputih dirinya.”
📌 Artinya: bukan cuma faktor cinta, tapi faktor genetik dan ruhani juga penting.
---
💭 Maka sebelum tanya:
> “Aku cocok gak ya sama dia?”
Coba tanya juga:
> “Anakku nanti akan punya ibu seperti apa?”
Karena istri bukan sekadar teman tidur.
Dia adalah ibu dari generasi masa depan.
---
🛡️ 3. Doa: Tameng Terbaik untuk Anak
🌱 Kunci ketiga agar anak tumbuh dalam kebaikan adalah membiasakan doa-doa perlindungan.
Dan ini dimulai bahkan sebelum anak lahir.
---
📖 Lihat bagaimana ibunda Maryam berdoa saat melahirkan putrinya:
> {وَإِنِّي أُعِيذُهَا بِكَ وَذُرِّيَّتَهَا مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ}
“…aku mohon perlindungan kepada-Mu untuknya dan keturunannya dari godaan setan.”
(QS. Ali ‘Imrān: 36)
Doa ini dikabulkan.
Maryam tumbuh jadi wanita suci.
Dan dari rahimnya lahirlah Nabi Isa ‘alaihis salām.
---
🌙 Setelah anak lahir, doa terus dilanjutkan.
Rasulullah ﷺ selalu mendoakan cucunya, Hasan dan Husain, dengan doa:
> “Ayah kalian (Ibrahim) juga membacakan doa ini untuk Ismail dan Ishaq.”
📌 Jadi, ini sunnah para nabi dalam melindungi anak.
---
📌 Belum hafal? Gak masalah.
Cukup bacakan 3 surat pelindung:
Al-Ikhlāsh
Al-Falaq
An-Nās
✅ Bacakan setiap pagi dan sore.
✅ Tiupkan ke anak-anak — yang kecil maupun yang sudah besar.
Ini adalah tameng dari sihir, ain, dan bisikan setan.
---
📖 Nabi ﷺ juga pernah menjenguk istri Ja’far setelah beliau gugur syahid.
Melihat anak-anaknya kurus, beliau bertanya:
> “Kenapa anak-anak ini kurus begitu?”
Istrinya menjawab:
> “Mereka sering kena ain (mata hasad), ya Rasulullah.”
Maka Nabi ﷺ berkata:
> “Kalau begitu, ruqyahlah mereka.”
(HR. Muslim)
---
✅ Penutup: Kita Gak Bisa Jagain Anak 24 Jam. Tapi Allah Bisa.
Anak-anak kita bukan cuma butuh makanan dan pendidikan.
Mereka juga butuh perlindungan spiritual.
Karena dunia ini penuh gangguan yang tak terlihat mata, tapi bisa menghancurkan jiwa.
---
🎯 Maka, bentuk perlindungan terbaik adalah:
✔️ Doa yang terus mengalir.
✔️ Zikir yang rutin.
✔️ Bacaan Qur’an yang kita biasakan.
✔️ Sunnah Nabi ﷺ yang kita amalkan.
📌 Karena pendidikan bukan hanya soal ilmu,
tapi juga menumbuhkan iman dan menjaga ruh anak dari dalam.
---
Semoga Allah jadikan kita sebagai orang tua yang benar-benar serius menjaga amanah anak.
Dan semoga anak-anak kita tumbuh menjadi generasi yang shalih, kuat imannya, dan membawa manfaat untuk umat.
YukNgaji Tarbiah
📌 Keluarga Dunia–Akhirat? Mulai dari Tauhid dan Teladan
🖊️ Nuruddin Abu Faynan
Orang tua itu punya tanggung jawab besar.
Mereka harus sun...gguh-sungguh berusaha, dan terus minta pertolongan dari Allah buat mendidik anak-anak mereka dengan didikan Islam — yang sesuai dengan ajaran mulia dari Al-Qur’an dan sunnah Nabi ﷺ.
Dan yang nggak kalah penting:
🌟 Orang tua harus jadi contoh nyata.
Biar anak-anak bisa lihat, bisa bangga, dan punya panutan yang bisa ditiru.
Kalau udah begini, insyaAllah hasilnya:
✅ Anak-anak jadi anak saleh
✅ Orang tua pun dapat pahala besar, dunia dan akhirat.
---
📖 Allah berfirman tentang doa malaikat untuk orang beriman dan anak keturunannya:
> "Ya Rabb kami, masukkanlah mereka ke dalam surga Adn yang telah Engkau janjikan kepada mereka, juga kepada orang-orang saleh dari ayah, istri, dan keturunan mereka. Sungguh Engkau Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana."
(QS. Ghafir: 8)
📖 Dan Allah juga berfirman tentang betapa berharganya iman dan amal saleh untuk anak-anak:
> "Orang-orang yang beriman, lalu anak keturunannya mengikuti mereka dalam iman — Kami hubungkan mereka dengan anak-anaknya. Dan Kami tidak mengurangi sedikit pun pahala mereka. Setiap orang tetap bertanggung jawab atas amalnya."
(QS. Ath-Thur: 21)
---
💬 Intinya: Yuk, didik anak-anak kita dengan serius, penuh doa, dan jadi teladan buat mereka.
Karena hasilnya bukan cuma terlihat di dunia, tapi bisa menyatu sampai ke surga. 🤲✨
🕌 YukNgaji Tarbiah
📌 "Anak Itu Cerminan Orang Tua"
🖊️ Nuruddin Abu Faynan
---
👨👩👧👦 Ayah… Ibu…
Anak itu nggak la...ngsung ngerti mana yang benar dan salah sejak lahir.
Dia lahir dalam keadaan fitrah — suci dan bersih.
Tinggal siapa yang ngebentuknya… itu kita.
---
📜 Nabi ﷺ bersabda:
> "Setiap anak lahir dalam keadaan fitrah. Tapi orang tuanya yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi."
(HR. Bukhari-Muslim)
---
🎙 Kata penyair Arab:
> وينشأ ناشئُ الفتيانِ منا
على ما كان عوّده أبوهُ
وما دانَ الفتى بحجىً، ولكن
يعوّده التدينَ أقربوهُ
> “Anak tumbuh sesuai kebiasaan ayahnya,
dan agama si anak biasanya niru keluarganya.”
---
📍 Jadi sebelum sibuk nyalahin anak...
❓ Coba tanya diri sendiri:
Udahkah kita jadi contoh yang baik?
🧠 Anak itu bukan pendengar yang baik,
tapi peniru yang luar biasa cepat.
🕌 YukNgaji Tarbiah
📍 Madrasah Pertama Itu Bernama Rumah
✍️ Nuruddin Abu Faynan
---
Kalau ngomongin pendidikan anak, yang langsung terbayang biasanya sekolah, pesa...ntren, atau tempat les...
Tapi tahukah kita?
🏠 Madrasah pertama anak adalah rumah.
Dan guru pertamanya? Ibunya.
Di rumahlah anak pertama kali belajar:
🗣️ berbicara,
🧠 bersikap,
💖 berakhlak,
dan mengenal siapa Rabb-nya dan siapa Nabinya ﷺ.
---
📖 Syaikh Ibnu Baz رحمه الله berkata:
> “Nasihatilah anakmu, bimbing ia ke jalan kebaikan, dan jangan lupa doakan ia dalam salat dan di waktu-waktu mustajab.”
📚 Majmū‘ Fatāwā 5/245
---
Kadang kita sibuk marah saat anak salah...
Tapi lupa menangis dalam sujud, mendoakannya penuh harap.
🌱 Anak gak butuh ibu yang sempurna,
tapi butuh ibu yang mau:
✔️ mendengar,
✔️ membimbing,
✔️ dan terus mendoakannya.
---
💍 Dan semua ini…
Dimulai bahkan sebelum anak lahir.
👉 Saat kita memilih siapa yang akan menjadi ibu dari anak-anak kita.
---
🎯 Mari jadikan rumah kita: Bukan sekadar tempat pulang,
Tapi tempat iman bertumbuh,
Tauhid ditanam,
Dan generasi dibentuk.
Hari-hari ini, kita banyak melihat momen berharga:
📌... Anak-anak dibagikan rapor,
🎓 Para santri dan mahasiswa diwisuda,
🏫 Pesantren dan sekolah menggelar acara kelulusan.
Tapi di balik semua itu, ada satu pertanyaan penting:
> “Sudahkah kita siapkan tempat terbaik untuk tumbuhnya iman dan akhlak anak-anak kita?”
📚 Al-Imam Ibnu Baz رحمه الله pernah mengingatkan:
> “Setiap tempat bisa jadi medan dakwah.”
📖 Al-Ibrāziyyah, hlm. 153
Dakwah tak terbatas di masjid atau sekolah saja.
📖 Bahkan perkemahan dan pelatihan Islam pun, kata beliau, adalah ladang untuk menanam kebaikan.
(Majmū‘ al-Fatāwā, 2/236)
💡 Para ulama sepakat: ada tiga poros utama pendidikan Islam yang menjadi fondasi tumbuhnya generasi rabbani:
1️⃣ Rumah – tempat anak pertama kali mengenal kasih sayang dan tauhid,
2️⃣ Masjid – tempat anak belajar tunduk dan mencintai ibadah,
3️⃣ Sekolah – tempat adab dan ilmu ditanam secara disiplin dan bertahap.
📌 Tapi ingat…
Kalau satu kosong, dua lainnya bisa rapuh.
Masjid tak bisa menggantikan peran ayah,
Sekolah tak bisa menggantikan pelukan ibu,
Dan rumah tak cukup kalau tak diisi dengan ilmu dan iman.
🎯 Maka, tarbiyah dan dakwah harus hidup di ketiganya.
Bukan soal megahnya bangunan, tapi tentang siapa yang hadir dengan niat lillah.
Karena generasi robbani tak lahir dari ruang kosong,
tapi dari tempat yang penuh cinta, ilmu, dan keteladanan.
---
#GenerasiRabbani
#RumahMasjidSekolah
#PendidikanIslam
#WisudaDarulFityan
#PengkaderanDaiyah
#TalkshowWisuda
#TauhidDulu
#NuruddinAbuFaynan
#DakwahDimanapun
#KaderisasiUmat
#AdabSebelumIlmu
#ParentingTauhid
YukNgaji Tarbiah
🕊️ Ilmu yang Bikin Kita Patuh, Bukan Cuma Paham
✍️ Nuruddin Abu Faynan
🗣️“Pernahkah kita bertanya...
Kenapa sih kita diciptakan? ... />
Apa tujuan kita sekolah? Ngaji? Bahkan hidup?”
📚 Al-Imam Ibnu Baz رحمه الله menjawab dengan tegas:
🎙️> "Tujuan manusia diciptakan adalah untuk mengagungkan Allah...
menaati perintah-Nya, meninggalkan larangan-Nya…
curhat hanya pada-Nya, dan bergantung hanya kepada-Nya..."
(Majmū‘ al-Fatāwā 2/11)
📖 Ilmu, kalau nggak bikin kita makin tunduk,
berarti belum nyentuh hati.
🎯 Para pakar pendidikan Islam juga sepakat:
Belajar itu bukan buat keren, tapi buat jadi hamba.
Kata Maajid ‘Arsān:
> “Pendidikan Islam bertujuan membentuk pribadi muslim.”
📖 Ahdaaf at-Tarbiyah al-Islamiyyah, hlm. 45
Dan Miqdād Baljin bilang:
> “Tujuan akhirnya: lahirnya manusia yang benar-benar ibadah kepada Allah.”
📖 Ahdaaf at-Tarbiyah al-Islamiyyah, hlm. 38
🕊️Karena belajar sejati itu…
Bukan bikin kita banyak bicara,
Tapi bikin kita berani taat.
📌 Bukan sekadar paham dalil, tapi patuh kepada Pemilik dalil.
✍️ Nuruddin Abu Faynan
#IlmuYangMengubah
#TujuanHidup
#PendidikanIslam
#NgajiYuk
#TauhidDulu
🕌 YukNgaji Tarbiah
Ngaji Aqidah: Bukan Pilihan, Tapi Kebutuhan
🗣️ Ust. Nuruddin Abu Faynan
---
🎯 Imam Ibn Bāz رحمه الله bilang:
&...gt; “Umat tanpa aqidah yang benar, meski modern — tetap umat yang tersesat.”
📚 (Majmū‘ Fatāwā 2/316)
📌 Aqidah itu pondasi. Tanpa itu, agama runtuh.
---
📖 Dalilnya jelas:
✅ Amal baru sah kalau lahir dari aqidah yang lurus.
❌ Aqidah salah = amal sia-sia.
> “Jika engkau berbuat syirik, maka semua amalmu akan gugur.”
(QS. Az-Zumar: 65)
---
🧠 Kesimpulan Nge-jleb:
🔧 Aqidah itu fondasi.
🏠 Fondasi retak = bangunan ambruk.
📌 Perbaiki aqidah = langkah pertama jadi hamba yang lurus & keluarga yang lurus.
YukNgaji Tarbiah
🟢 Tarbiyah Itu Proses, Bukan Perlombaan
Nuruddin Abu Faynan
---
📌 Tarbiyah itu bukan cuma transfer ilmu, tapi transformasi jiwa.
Bukan cuma bi...kin pintar, tapi bikin sadar.
Bukan cuma tahu, tapi tumbuh. 🌱
---
⚠️ Tapi ingat…
Tarbiyah itu harus bertahap.
Gak bisa instan, apalagi diseret-seret biar “cepet paham.”
---
📖 Kata Mujāhid رحمه الله:
> الرَّبَّانِيُّونَ: الَّذِينَ يُرَبُّونَ النَّاسَ بِصِغَارِ العِلْمِ قَبْلَ كِبَارِهِ
“Rabbāniyyūn adalah orang-orang yang mendidik manusia dengan ilmu-ilmu kecil sebelum ilmu-ilmu besar.”
📚 Ulama salaf paham banget:
Gak bisa langsung loncat ke ilmu berat,
kalau dasar-dasar ilmu aja belum kokoh.
---
🎯 Jadi, jangan buru-buru nuntut orang harus cepat “dalam.”
Dan jangan minder kalau kita masih belajar yang dasar.
Karena proses tarbiyah yang benar itu bertahap dan penuh kesabaran.
Yang penting: jalan terus.
Bukan cepat-cepat nyampe, tapi istiqamah melangkah.
---
👐 Yuk, saling bantu tumbuh…
bukan saling buru-buruin. 🤝
YukNgaji Tarbiah
Kembali ke Akar Dakwah yang Lurus
Nuruddin Abu Faynan
Saudaraku,
Syaikh Bin Baz rahimahullah, salah satu ulama besar abad ini, pernah mengi...ngatkan fondasi utama yang harus jadi pijakan setiap orang dalam mengajar, berdakwah, atau mendidik.
Beliau berkata:
> “Wajib bagi para penuntut ilmu dan para da’i, di mana pun mereka berada, untuk menyampaikan dakwah kepada Allah. Mereka harus sabar dalam perjuangan itu, dan dakwah mereka harus bersumber dari Al-Qur’an dan sunnah Nabi ﷺ yang sahih, mengikuti jalan Nabi dan para sahabatnya, serta manhaj salafus shalih.”
(Majmū‘ Fatāwā, 3/123)
Artinya apa?
Kalau kita mau ngajak orang ke jalan Allah, jangan ngawur. Jangan asal semangat tapi gak sesuai tuntunan. Kita harus kembali ke kitabullah dan sunnah Rasulullah ﷺ, bukan hawa nafsu atau tren sesaat.
Dan yang penting: sabar. Karena ngajak orang ke kebaikan itu kadang gak langsung berhasil. Tapi selama jalannya benar—yakni di atas jalan Nabi dan para sahabat—pasti ada berkah dan pertolongan dari Allah.
Semoga kita semua istiqamah berdakwah dengan ilmu, akhlak, dan kesabaran.
"Ngajar Bisa Siapa Aja, Tapi Nggak Semua Bisa Mendidik"
Oleh: Ust. Nuruddin Abu Faynan
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh, ...
Pada zaman sekarang, banyak anak yang pintar. Namun, seringkali kita melihat bahwa adab dan akhlak mereka kurang terjaga. Mungkin ini karena kita lebih fokus mengajarkan akal dan pengetahuan mereka, sementara hati dan perilaku mereka kurang tersentuh.
Mengajar adalah bagian dari mendidik, namun mendidik itu jauh lebih dari sekadar mengajarkan pelajaran atau ilmu pengetahuan.
Pendidikan Islam adalah proses yang menyeluruh, yang tidak hanya mengembangkan sisi intelektual, tetapi juga membangun karakter—jiwa, akal, dan fisik—sesuai dengan nilai-nilai syariat Islam.
Apa tujuannya?
Agar anak-anak kita tumbuh menjadi pribadi yang baik, berakhlak mulia, dan bermanfaat bagi masyarakat. Seorang pendidik sejati tidak hanya ingin anak didiknya pintar secara intelektual, tetapi juga cerdas dalam sikap, perilaku, dan moral.
Sementara itu, mengajar lebih fokus pada pengembangan akal, penambahan wawasan, serta keterampilan praktis yang dibutuhkan untuk kehidupan. Namun, mendidik adalah proses yang lebih luas dan lebih dalam—merangkumi seluruh hidup dan masa depan seseorang, bukan hanya sekadar nilai ujian atau keterampilan praktis.
Sebagai contoh,
Pendidikan bukanlah hanya soal nilai ujian, tetapi nilai kehidupan. Bukan sekadar prestasi akademis, tetapi juga akhlak, iman, dan karakter yang menjadi bekal hidup di dunia dan akhirat.
Kesimpulan
Pendidikan itu bukan hanya soal nilai ujian, tapi soal bagaimana kita menanamkan nilai kehidupan. Bukan hanya soal prestasi akademis, tetapi juga soal akhlak, iman, dan budi pekerti yang menjadi bekal hidup di dunia dan akhirat.
Doa kita sebagai orang tua, guru, dan pendidik:
"Ya Allah, bantu kami untuk mendidik anak-anak kami dengan penuh cinta dan teladan. Kami sadar bahwa mereka bukan milik kami, mereka adalah titipan-Mu yang harus kami rawat dan didik dengan sebaik-baiknya."
“Nggak Cuma Ngelulusin Anak, Tapi Ngebekalin Hidupnya”
Oleh: Ustadz Nuruddin Abu Faynan
Pembuka:
Bismillah...
Teman-teman..., para orang tua, guru, dan semua yang punya andil dalam mendidik anak—hari ini kita hidup di zaman di mana orang tua bangga kalau anaknya lancar bahasa Inggris, jago coding, lulus kuliah luar negeri, atau viral di TikTok.
Tapi... ada satu pertanyaan penting:
Udah sekuat apa tauhid anak kita? Udah semirip apa akhlaknya sama akhlak Nabi?
Karena sepintar apa pun anak kita, kalau nggak kenal Tuhannya dan nggak punya adab, maka dia hanya akan jadi “robot canggih”—pintar, tapi bisa salah arah. Bisa sukses, tapi nggak tahu untuk apa hidupnya.
1. Tauhid: Pondasi Hidup Anak yang Gak Boleh Retak
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
﴿وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ﴾
“Dan tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku.”
(QS. Adz-Dzāriyāt: 56)
Tauhid bukan cuma bab pertama di buku PAI. Tauhid adalah alasan utama kenapa kita dan anak-anak kita dilahirkan.
Makanya, Nabi Ya’qub ‘alaihissalām menjelang wafat, yang beliau tanyakan bukan:
“Kalian kerja di mana?” Tapi:
Inilah warisan terbaik: tauhid yang murni.
Harta bisa habis, gelar bisa dilupakan, tapi iman adalah bekal yang menyertai sampai mati.
2. Akhlak Nabawi: Karakter yang Nggak Lekang Zaman
Nabi Muhammad shallallāhu ‘alaihi wa sallam bukan cuma guru terbaik, tapi juga pendidik sejati. Beliau memulai dari tauhid, lalu menanamkan akhlak dalam hati para sahabat.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullāh berkata:
"جَمِيعُ الخَيْرِ أَصْلُهُ تَوْحِيدُ اللَّهِ وَعِبَادَتُهُ، وَطَاعَةُ رَسُولِهِ، وَجَمِيعُ الشَّرِّ أَصْلُهُ الشِّرْكُ وَمَعْصِيَةُ الرَّسُولِ."
“Seluruh kebaikan bersumber dari tauhid kepada Allah dan ibadah kepada-Nya serta ketaatan kepada Rasul-Nya, dan seluruh keburukan bersumber dari syirik dan maksiat kepada Rasul.”
(Majmū‘ al-Fatāwā, 15/25)
Maka tugas kita bukan sekadar ngajarin anak cara sukses, tapi ngajarin untuk siapa kita hidup.
Bukan cuma ngajarin jadi anak pintar, tapi ngajarin jadi hamba Allah yang taat, santun, dan takut berbuat dosa.
3. Pola Asuh Islam Itu Bertahap, Bukan Instan
Syaikh Ibn Bāz rahimahullāh berkata:
"يُغْرَسُ فِي قَلْبِ الْوَلَدِ أُصُولُ الْأَشْيَاءِ الْعَظِيمَةِ، ثُمَّ تُفَصَّلُ لَهُ الْأُمُورُ شَيْئًا فَشَيْئًا، فَإِذَا ثَبَتَ الْأَصْلُ تَبِعَتْهُ الْفُرُوعُ، فَمَتَى صَلُحَ الْأَصْلُ اسْتَقَامَتِ الْفُرُوعُ."
“Tanamkan ke dalam hati anak prinsip-prinsip besar terlebih dahulu, kemudian rincikan kepadanya sedikit demi sedikit. Jika akarnya kuat, cabangnya akan menyusul. Maka apabila pondasinya benar, bagian lainnya akan lurus.”
(Majmū‘ Fatāwā Ibn Bāz, 2/319)
Jadi, jangan buru-buru pengen anak jadi “sholeh instan.”
Mulailah dari pondasi: tauhid yang kuat, akhlak yang lembut.
Satu demi satu, sabar. Seperti Nabi shallallāhu ‘alaihi wa sallam membina para sahabat—bukan sehari dua hari, tapi dengan kesabaran dan cinta.
Penutup:
Teman-teman...
Jangan cepat bangga kalau anak kita juara kelas, hafal rumus, atau punya penghasilan.
Tapi banggalah saat dia:
Shalat tepat waktu karena takut kepada Allah.
Minta maaf karena tahu itu ajaran Rasulullah.
Menjaga pandangan, menjaga ucapan, dan tahu batasan pergaulan.
Karena pola asuh hari ini akan menentukan wajah umat di masa depan.
Maka, mulai dari sekarang:
Rawat tauhidnya. Bentuk akhlaknya. Didik dengan cinta, bukan cuma dengan target.
Kita bukan sekadar pengasuh.
Kita adalah penerus misi kenabian.
Wallāhu al-Musta‘ān.
Referensi:
Al-Qur’anul Karīm: QS. Adz-Dzāriyāt: 56 dan QS. Al-Baqarah: 133.
Syaikhul Islam Ibn Taimiyyah, Majmū‘ al-Fatāwā, 15/25.
Syaikh ‘Abdul ‘Azīz bin Bāz, Majmū‘ Fatāwā Ibn Bāz, 2/319.
Tarbiyah Itu Nggak Cuma Ngajar, Tapi Numbuhin Jiwa
Ust. Nuruddin Abu Faynan
Assalamu’alaikum warahmatullāh…
Kalau dengar kata ...tarbiyah, apa yang langsung kebayang? Mentoring? Ngajar anak-anak? Kelas pekanan?
Padahal, tarbiyah itu maknanya jauh lebih luas. Bukan cuma ngajarin ilmu, tapi membentuk jiwa—secara perlahan, bertahap, dan berkelanjutan.
Makna Bahasa Tarbiyah
Secara bahasa, tarbiyah berasal dari kata kerja rabba—yang artinya: menumbuhkan, memelihara, dan mengembangkan.
Ar-Rāghib al-Aṣfahānī menjelaskan dalam Al-Mufradāt fī Gharīb al-Qur’ān:
الرَّبُّ: هو المُنْشِئُ لِلشَّيْءِ حَالًا فَحَالًا إِلَى أَنْ يَبْلُغَ إِلَى كَمَالِهِ
“Ar-Rabb adalah yang membentuk sesuatu dari satu keadaan ke keadaan berikutnya sampai mencapai kesempurnaan.”
(Al-Mufradāt, hlm. 184)
Makanya Allah disebut Ar-Rabb, karena Dialah yang mendidik dan membina makhluk dari nol sampai sempurna.
Ibnu Manzhūr juga berkata dalam Lisān al-‘Arab:
رَبَّ الوَلَدَ: أَدَّبَهُ وَقَوَّمَهُ، وَرَبَّاهُ، أَيْ سَاسَهُ وَقَامَ بِمَصَالِحِهِ
“Rabba al-walad berarti mendidik anak, mengajarinya adab, membimbing, dan mengurus semua urusannya.”
(Lisān al-‘Arab, 1/399)
Jadi jelas, tarbiyah bukan sekadar ngajarin pelajaran, tapi membentuk akhlak, mengarahkan hati, dan menemani pertumbuhan jiwa.
Tarbiyah dalam Islam
Dalam buku Asās at-Tarbiyah al-Islāmiyyah fī as-Sunnah an-Nabawiyyah dijelaskan:
“Tarbiyah adalah proses pembentukan kepribadian manusia secara menyeluruh dan seimbang—ruhiyah, aqliyah, dan jasadiyah—agar mampu menjalani kehidupan dengan nilai-nilai Islam.”
Artinya, tarbiyah bukan cuma transfer ilmu, tapi juga transformasi jiwa.
Tarbiyah Harus Bertahap
Ulama salaf sangat paham pentingnya tarbiyah yang bertahap. Tidak bisa instan.
Mujāhid rahimahullāh berkata:
الرَّبَّانِيُّونَ: الَّذِينَ يُرَبُّونَ النَّاسَ بِصِغَارِ العِلْمِ قَبْلَ كِبَارِهِ
“Rabbāniyyūn adalah orang-orang yang mendidik manusia dengan ilmu-ilmu kecil sebelum ilmu-ilmu besar.”
(Tarbiyat an-Nabiyy li Aṣḥābih, hlm. 12)
Artinya, proses pendidikan harus sesuai levelnya. Jangan buru-buru ngajarin yang berat kalau yang dasar aja belum paham.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah menjelaskan:
وَلَمْ يَكُنْ فِي الْجَاهِلِيَّةِ رَبَّانِيُّونَ، لِأَنَّهُمْ لَمْ يَكُونُوا يَعْرِفُونَ دِينًا مِنْ عِنْدِ اللهِ
“Pada masa jahiliyyah, tidak ada rabbāniyyūn karena mereka belum mengenal agama yang diturunkan dari sisi Allah.”
(Majmū‘ al-Fatāwā, 1/63)
Jadi keberadaan rabbāniyyūn itu ciri khas umat yang punya wahyu dan misi kenabian.
Penutup
Tarbiyah itu bukan program mingguan. Tapi misi seumur hidup.
Mulai dari diri sendiri. Lanjut ke keluarga. Lalu ke lingkungan.
Mulailah dari yang kecil tapi penting:
Pelajari ilmu dasar.
Perbaiki akhlak dan lisan.
Jaga hati, rawat iman.
Karena tarbiyah itu bukan sekadar tumbuh...
Tapi juga menumbuhkan.
Bukan Sekadar Hafal, Tapi Tangguh!
Oleh: Ust. Nuruddin Abu Faynan
Pembuka
Bismillāh...
Alhamdulillāh, kita bersyukur kepad...a Allah yang telah memberikan kita nikmat iman, nikmat Islam, dan nikmat duduk di majelis ilmu seperti ini. Shalawat dan salam semoga tercurah kepada Nabi kita Muhammad shallallāhu ‘alaihi wa sallam, keluarga beliau, para sahabat, dan siapa saja yang mengikuti sunnah beliau dengan benar sampai hari kiamat.
Saudaraku yang dirahmati Allah...
Pernah nggak sih kita mikir: kenapa ada anak yang hafal Qur’an, tapi mentalnya rapuh? Hafal Juz Amma, tapi gampang marah. Hafal hadits, tapi lisan suka nyelekit. Jangan-jangan... pendidikan kita masih lebih fokus ke hafalan daripada pembentukan jiwa.
Padahal Islam datang bukan cuma ngajarin hafalan. Tapi ngajarin bagaimana jadi manusia kuat. Kuat imannya, kuat jiwanya, kuat akhlaknya.
Pendidikan Islam: Membangun Karakter Tangguh
Dalam kitab Asās at-Tarbiyah al-Islāmiyyah fī as-Sunnah an-Nabawiyyah, disebutkan dengan sangat indah:
> “التربية الإسلامية تهدف إلى تكوين شخصية المؤمن الكاملة، الإيجابية في نظرتها إلى الحياة، لا تخدعه النجاحات، ولا تهزمه الإخفاقات...”
Pendidikan Islam itu, kata para ulama, bukan cuma mencetak siswa yang pinter jawab soal ujian. Tapi mencetak pribadi yang kalau dikasih rezeki, dia bersyukur dan makin dekat ke Allah. Kalau lagi diuji, dia sabar, gak ngeluh terus di status. Dia tetap melangkah dengan harapan kepada Allah. Inilah mukmin yang tangguh.
Tauhid: Akar dari Segalanya
Makanya, fondasi pendidikan Islam itu tauhid.
Syaikh ‘Abdul ‘Azīz bin Bāz rahimahullah menjelaskan:
> “Tujuan utama penciptaanmu, wahai hamba Allah, adalah untuk mentauhidkan-Nya...”
Jadi, pendidikan Islam bukan semata transfer ilmu. Tapi transfer makna hidup. Anak dididik bukan cuma buat “tahu”, tapi buat “tunduk”. Tauhid itu bukan cuma di lisan, tapi di sikap sehari-hari.
Allah Ta‘ālā berfirman:
> وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
“Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku.” (QS. Adz-Dzāriyāt: 56)
Nah, di sinilah letaknya. Pendidikan yang Islami itu selalu mengarah ke satu tujuan: membentuk hamba yang mengenal Allah, tunduk kepada-Nya, dan hidup dengan nilai-nilai tauhid.
Pendidikan Sejak Dini: Proyek Peradaban
Syaikh Ibn Bāz rahimahullāh pernah berpesan:
> “من أهم المهمات تربية الناشئة من صغرهم...”
Salah satu tugas terbesar adalah mendidik anak-anak kita sejak kecil. Bukan nanti, tapi sekarang. Bukan tunggu sekolah tinggi, tapi dari rumah. Dari pangkuan ibu. Dari teladan ayah. Dari suasana di masjid. Dari obrolan makan malam. Dari doa sebelum tidur.
Kadang kita sibuk nyari sekolah terbaik, tapi lupa rumah kita jadi tempat belajar terpenting. Padahal, anak-anak itu lebih banyak nyerap dari apa yang mereka lihat, bukan cuma yang mereka dengar. Maka rumah yang Islami, itu bukan yang temboknya banyak tulisan Arab, tapi yang di dalamnya penuh dengan zikir, sabar, kasih sayang, dan doa.
Penutup: Yuk, Kita Bergerak
Saudaraku...
Kalau hari ini kita mau bangun generasi yang kuat, jangan puas hanya dengan anak-anak yang hafal. Tapi pastikan mereka juga tangguh. Hafal Qur’an, iya. Tapi juga sabar, jujur, lembut, punya visi, dan nggak mudah dikibulin dunia.
Mulailah dari diri sendiri. Didik diri kita sebelum mendidik anak. Bimbing rumah kita dengan cahaya tauhid. Beri waktu, beri contoh, dan jangan lelah mendoakan.
> “اللهم اجعل أبناءنا من عبادك الصالحين، حملة كتابك، أنصار دينك، ممن يحبك ويحب من يحبك...”
Ya Allah, jadikan anak-anak kami hamba-Mu yang shalih, penghafal kitab-Mu, penolong agama-Mu, yang mencintai-Mu dan mencintai orang-orang yang Engkau cintai.
Semoga Allah menjadikan generasi kita generasi yang bukan sekadar hafal, tapi tangguh!
Āmīn Yā Rabbal ‘Ālamīn.